JAKARTA, Kementerian Keuangan menggabungkan dan mengolah bersama data yang dimiliki 3 direktorat jenderal untuk mengoptimalkan pendapatan negara. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (2/9/2021).
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan penggunaan dan pengolahan data tidak bisa hanya bertumpu pada satu direktorat jenderal. Untuk optimalisasi pendapatan negara, data tersebar di Ditjen Pajak (DJP), Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), dan Ditjen Anggaran (DJA).
"Data dari DJP, DJBC, dan DJA itu harus ditumpuk menjadi satu. Kemudian, dianalisis bersama, diolah bersama, dan digunakan bersama. Jadi data analytic tidak bisa hanya satu bidang saja," ujar Suahasil.
DJP memiliki basis data wajib pajak yang setiap hari melakukan transaksi dan membayar pajak. DJBC berkaitan erat dengan basis data perdagangan internasional pada kegiatan ekspor-impor. DJA yang banyak berhubungan dengan pelaku usaha dalam pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Selain mengenai kolaborasi pengolahan data, ada pula bahasan mengenai RUU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan kinerja restitusi pajak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Data Driven Organization
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan mengatakan pengelolaan data merupakan alat untuk mencapai tujuan. Keluarnya kebijakan berbasis data merupakan tujuan akhir dari proses bisnis data analytic yang dilakukan seluruh direktorat jenderal di lingkungan Kemenkeu.
“Tujuannya menghasilkan kebijakan yang dibangun atas data. Jadi, Kemenkeu menjadi data driven organization dengan knowledge based dan bukan mengeluarkan kebijakan berdasarkan insting, perasaan, atau pendapat orang lain,” ujarnya. Simak pula Fokus ‘Berharap Banyak dari Digitalisasi Administrasi Pajak’. (DDTCNews)
Pajak dan Retribusi Daerah Minim
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan hingga saat ini hanya terdapat 1 daerah yang tidak membutuhkan Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu DKI Jakarta.
Dengan RUU HKPD, pajak dan retribusi daerah diharapkan naik dengan porsi yang membesar. Pasalnya, ketergantungan daerah terhadap transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat tergolong besar. Oleh karena itu, hubungan keuangan antara pusat dan daerah perlu disusun kembali. (DDTCNews)
Kinerja Restitusi Pajak
Hingga akhir Juli 2021, realisasi restitusi pajak tercatat senilai Rp128,27 triliun atau 13,85% secara tahunan. Namun, untuk Juli saja, restitusi hanya tumbuh 2,53%, lebih rendah dari pertumbuhan pada Juni sebesar 26,13%.
Melambatnya restitusi pajak pada Juli 2021 menjadi penopang kinerja penerimaan pajak, terutama pada pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri. Adapun realisasi PPN dalam negeri khusus pada Juli 2021 mampu tumbuh 20,4%. (Kontan)
Penerimaan Pajak Sektor Konstruksi dan Real Estat
Pemerintah mencatat kinerja penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat terus membaik. Perbaikan itu disebabkan pulihnya kegiatan usaha di sektor tersebut seiring dengan pemberian insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) atau rumah tapak dan rusun.
"Dikarenakan penurunan restitusi dan peningkatan penjualan properti yang sejalan dengan adanya insentif PPN ditanggung pemerintah untuk properti," kata pemerintah dalam dokumen APBN Kita.
Secara akumulatif, penerimaan pajak dari sektor konstruksi dan real estat hingga Juli 2021 masih negatif 11,5%. Namun demikian, capaian tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan kinerja pada periode yang sama tahun lalu yang minus 12,3%. (DDTCNews)
Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak
Tarif bunga per bulan yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi berupa bunga dan pemberian imbalan bunga pada periode 1 September — 30 September 2021 lebih rendah patokan bulan lalu.
Terdapat 4 tarif bunga per bulan untuk sanksi administrasi, yaitu mulai dari 0,52% hingga 1,77%. Keempat tarif tersebut lebih rendah ketimbang tarif pada periode Agustus 2021 pada kisaran 0,54% hingga 1,79%.. Simak ‘KMK Baru! Tarif Bunga Sanksi Administrasi Pajak September 2021’. (DDTCNews)
Dalam konteks pengurangan pengecualian PPN, termasuk terhadap sembako, pemerintah juga akan mempertimbangkan keseimbangan. Meskipun menjadikan barang sebagai barang kena pajak (BKP), pemerintah tetap bisa memberikan tarif yang berbeda.
PPN Tidak Dipungut
Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan meski barang kebutuhan pokok diusulkan untuk tidak termasuk barang yang dikecualikan dari PPN, terdapat potensi pemberian fasilitas PPN tidak dipungut atas barang tersebut.
"Seperti sembako yang memang benar-benar nanti dibutuhkan masyarakat banyak, mungkin bukannya tidak kena, justru bisa kami fasilitasi dalam bentuk PPN tidak dipungut," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)