MENINGKATNYA volume transaksi ekspor dan impor telah mendorong semakin ramainya jalur dan frekuensi pengangkutan barang dari dan ke luar negeri.
Terkait dengan pengangkutan barang tersebut, kerapkali telah memunculkan sengketa perpajakan, terutama mengenai pemotongan PPh atas jasa pelayaran luar negeri yang disediakan oleh perusahaan pelayaran yang berdomisili di luar negeri.
Untuk itu perlu memahami lebih mendalam bagaimana sistem perpajakan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri. Dasar hukum yang mengatur tentang pajak tersebut tercantum dalam Pasal 15 UU Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).
Lebih lanjut aturan ini dijelaskan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
Subjek dan Objek Pajak
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah perusahaan pelayaran/penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sementara, yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia.
Adapun untuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan Indonesia tidak termasuk dalam objek pajak yang dikenakan PPh Pasal 15.
Tarif Pajak
Penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto. Besarnya tarif pajak untuk perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Pengertian peredaran bruto di sini adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan (charter), maka pihak yang membayar atau pihak yang mencarter wajib:
Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud di atas, maka wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri wajib:
Termasuk dalam pengertian charter adalah space charter yang melebihi 50% dari kapasitas angkut kapal atau pesawat yang disewa.
Apabila jasa pelayaran/penerbangan luar negeri dilakukan dengan menggunakan sistem q.q. maka bukti potong PPh final atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dilakukan dengan cara memakai nama agen q.q. perusahaan pelayaran dan dengan mencantumkan alamat perusahaan pelayaran.
Jasa pelayaran/penerbangan luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sistem q.q. dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Pada pembahasan berikutnya akan dijelaskan mengenai pajak penghasilan (PPh) Pasal 15 atas perusahaan pelayaran dalam negeri.*