Pajak Digital Diinvestigasi AS, Ini Respons Resmi Pemerintah Indonesia
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Pemerintah Indonesia membuka ruang dialog dengan semua pemangku kepentingan mengenai penerapan pajak digital yang disorot United States Trade Representative (USTR). Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (22/7/2020).

Dalam komentar tertulisnya atas atas inisiasi investigasi USTR terhadap rencana pengenaan digital services tax (DST) atau pajak transaksi elektronik (PTE), Pemerintah Indonesia menyatakan masih tetap mempertimbangkan konsensus global.

“Indonesia terbuka untuk berdialog dengan semua pemangku kepentingan terkait dengan kebijakan kami. Kesimpulan positif dari investigasi adalah langkah penting dalam upaya ini,” demikian pernyataan Indonesia dalam komentar tertulis itu. Simak artikel ‘Investigasi Pajak Digital, Indonesia Kirim Komentar Tertulis ke AS’.

Meskipun PTE sudah masuk dalam Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2020, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung tercapainya konsensus global atas pemajakan ekonomi digital baik pada Pilar 1 Unified Approach maupun Pilar 2 Global Anti-Base Erosion (GloBE).

Selain respons resmi Pemerintah Indonesia yang disampaikan dalam forum konsultasi publik USTR tersebut, ada pula bahasan mengenai outlook penerimaan pajak serta efek dari perubahan skema pelaporan realisasi insentif PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 25 dari kuartalan menjadi bulanan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Terbuka Lakukan Perundingan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menjelaskan pada prinsipnya Indonesia mendorong tercapainya konsensus global terkait pemajakan ekonomi digital di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Indonesia juga terbuka untuk melakukan pembahasan atau perundingan dengan stakeholders terkait untuk mencari solusi yang positif atas kebijakan perpajakan kita,” katanya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Perlu Upaya Tambahan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dalam pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 pada akhir pekan lalu, semua negara berharap pada basis pemajakan baru dari ekonomi digital. Apalagi pada masa pandemi, aktivitas ekonomi digital meningkat.

Namun, hingga saat ini, belum ada kesepakatan mengenai prinsip-prinsip pemajakan meskipun OECD telah menyampaikan dua pilar sebagai pendekatanDia menyampaikan pembahasan masih harus dilakukan. Simak artikel ‘Pajak Digital Jadi Bahasan Forum G20, Ini Penjelasan Sri Mulyani’.

“Tadinya pada bulan Juli sudah ada kesepakatan. Namun, AS melakukan langkah untuk tidak menerima dulu sehingga sekarang perlu upaya tambahan agar kedua pilar itu setujui,” kata Sri Mulyani. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Sinyal untuk Mendorong Tercapainya Konsensus

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat respons pemerintah dengan mengedepankan konsensus serta komitmen untuk mengikuti konsensus global sudah tepat. Pada prinsipnya, persoalan pajak digital yang bersifat global harus diselesaikan secara multilateral.

Ketentuan pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan PTE yang UU 2/2020, menurutnya, lebih bersifat antisipatif. Adanya pengenalan PTE harus digarisbawahi sebagai sinyal dari Indonesia dan berbagai negara lain untuk mendorong tercapainya konsensus.

“Hal penting lainnya yang perlu kita utarakan ialah perlunya setiap pihak termasuk AS untuk terlibat secara aktif dalam perumusan konsensus tersebut dan bukan justru menarik diri. Atas kasus investigasi USTR tersebut, langkah Indonesia dalam mengatur PTE bukan berarti tidak rasional. Setiap negara, termasuk Indonesia, tentu perlu mengedepankan kedaulatan pajaknya,” jelasnya. (Bisnis Indonesia)

  • Masih Ada Risiko Shortfall

Realisasi penerimaan pajak hingga semester I/2020 masih tercatat kontraksi 12,0% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan penerimaan pajak hingga akhir Juni 2020 tersebut tercatat lebih dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya 10,8%.

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat penentu pertumbuhan penerimaan pajak bisa positif tahun ini adalah perkembangan ekonomi. Selain itu, penerimaan pajak yang diperkirakan bisa pulih lebih cepat adalah pajak pertambahan nilai (PPN).

DDTC Fiscal Research memproyeksi masih ada risiko shortfall tahun ini meskipun target sudah diturunkan. Proyeksi dengan metode VAR, penerimaan tahun ini akan terkontraksi 10,87%-14,00%. Dengan metode basis buoyancy, penerimaan diestimasi turun 10,00%-12,00%. (Kontan/DDTCNews)

  • Perubahan Aplikasi Pelaporan Realisasi Insentif

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan akan ada perubahan aplikasi karena dalam PMK 86/2020, periode penyampaian realisasi insentif untuk PPh Pasal 22 Impor dan diskon 30% untuk angsuran PPh Pasal 25 yang awalnya kuartalan menjadi bulanan.

“[Dengan PMK 86/2020] lumayan besar perubahannya di aplikasi," katanya Selasa (21/7/2020). Simak artikel ‘Pelaporan Insentif PPh Pasal 25 Jadi Bulanan, DJP Rombak Aplikasi’.

  • Simplifikasi Strata Tarif Cukai Rokok

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat pemerintah perlu melanjutkan peta jalan simplifikasi strata tarif cukai hasil tembakau – atau dikenal dengan sebutan cukai rokok – yang sejatinya sudah dimuat dalam PMK 146/2017.

Simplifikasi itu penting untuk meningkatkan kesetaraan, efektivitas pengendalian konsumsi, dan optimalisasi penerimaan negara. Simak artikel ‘DDTC Fiscal Research: Simplifikasi Tarif Cukai Rokok Mendesak’. (Kontan/DDTCNews)

  • Temuan Berulang Soal Restitusi Pajak

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berharap pencairan restitusi oleh DJP semakin baik pada tahun-tahun mendatang. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2019 dinyatakan pada 29 Desember 2019, sudah diterbitkan SE-36/PJ/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

"Kami berharap panduan pada SE tersebut dapat membantu mempercepat proses pembayaran restitusi yang sedang berlangsung,” ujar Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono. (DDTCNews)

  • Gaji ke-13 ASN dan Anggota TNI/Polri

Pemerintah memutuskan akan membayarkan gaji ke-13 kepada aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI/Polri, dan pensiunan pada Agustus 2020.Pencairan gaji ke-13 tersebut lebih lambat dibanding tahun-tahun sebelumnya yang biasanya dibayarkan setiap Juni.

"Pemerintah menganggap pelaksanaan gaji ke-13 bisa sama seperti THR [tunjangan hari raya], bisa menjadi stimulus ekonomi atau mendukung kegiatan masyarakat, terutama tahun ajaran baru," kata Menkeu Sri Mulyani. Simak juga artikel ‘Tukin Tidak Masuk Komponen Gaji ke-13 ASN dan Anggota TNI/Polri’. (DDTCNews)