JAKARTA, Pemerintah tetap mengupayakan kenaikan penerimaan pajak nonmigas pada tahun depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (18/8/2022).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan windfall profit kenaikan harga komoditas pada tahun 2023 diproyeksi tidak setinggi tahun ini. Kemudian, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga tidak terulang lagi tahun depan. Pada tahun depan, asumsi harga minyak juga diestimasi lebih rendah.
“Maka PPh migas tahun depan tidak akan sebesar tahun ini, sedangkan pajak yang nonmigas tetap mengalami pertumbuhan terutama karena kita berasumsi growth [pertumbuhan ekonomi] masih di 5,3% dengan [estimasi ada] inflasi dan tentu akan tetap dilakukan berbagai upaya ekstra,” jelasnya.
Dalam RAPBN 2023, pemerintah mengusulkan target penerimaan pajak senilai Rp1.715.1 triliun, naik 6,7% dibandingkan dengan outlook tahun ini Rp1.608,1 triliun. Adapun penerimaan PPh migas dipatok Rp61,4 triliun atau turun 5% dibandingkan dengan outlook pada 2022 senilai Rp64,6 triliun.
Dengan demikian, target penerimaan pajak nonmigas pada 2023 ditargetkan mencapai Rp1.650,7 triliun atau naik sekitar 7% dibandingkan dengan outlook pada tahun ini senilai Rp1.543,4 triliun. Pemerintah akan menjalankan beberapa kebijakan ekstensifikasi dan intensifikasi.
“Menggunakan pengawasan lebih sistematis. Kita juga melakukan [penambahan] basis pajak baru, terutama yang berasal dari platform online. Kita akan melakukan intensifikasi uji kepatuhan. Ini sesuai dengan informasi yang kita miliki maupun sebagai konsekuensi dari PPS dan tax amnesty,” jelasnya.
Selain mengenai target penerimaan pajak dalam RAPBN 2023, ada pula bahasan terkait dengan dampak pajak minimum global. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan anggaran subsidi energi pada 2022.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Kebijakan Pajak 2023
Beberapa kebijakan pajak yang akan dijalankan pada 2023 antara lain implementasi aturan turunan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), seperti integrasi data perpajakan. Kemudian, ada penguatan basis pemajakan dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.
Ada pula penguatan reformasi bidang sumber daya manusia (SDM), organisasi, proses bisnis, pengawasan, dan penegakan hukum. Pada saat bersamaan, pemerintah masih akan memberikan insentif pajak yang terarah dan terukur. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pemberian Insentif Pajak Rp41,5 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pemerintah akan kembali memberikan insentif perpajakan pada 2023. Insentif perpajakan yang diberikan pada tahun depan akan mencapai Rp41,5 triliun. Meski demikian, dia tidak memerinci skema insentif yang bakal diberikan tersebut.
"Tahun depan, pajak itu masih akan memberikan insentif perpajakan yang mencapai Rp41,5 triliun," katanya. (DDTCNews)
Tax Ratio
Pemerintah menargetkan rasio penerimaan perpajakan atau tax ratio pada 2023 akan sebesar 9,61% atau lebih rendah dari proyeksi pemerintah pada 2022 sebesar 9,99%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan target yang lebih rendah tersebut dikarenakan kenaikan harga komoditas dan penyelenggaraan PPS yang terjadi pada 2022 tidak akan terulang pada tahun depan.
"Karena baseline dari tahun 2022 berasal dari PPS dan windfall profit dari komoditas makanya tax ratio dihitung berdasarkan baseline dengan distorsi itu dihilangkan atau dalam hal ini dinormalisasi," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pajak Minimum Global
Pajak minimum global Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) diestimasi memiliki dampak terhadap pencapaian target penerimaan perpajakan. Merujuk pada Nota Keuangan RAPBN 2023, pemerintah menjelaskan konsensus perpajakan global dapat memberikan dampak terhadap iklim investasi dan kompetisi penurunan tarif perpajakan antaryurisdiksi.
"Tarif pajak korporasi besar sebesar 15% akan memengaruhi peta kompetisi penurunan tarif pajak global dan iklim investasi antarnegara. Pada akhirnya akan memengaruhi penerimaan perpajakan," sebut pemerintah. (DDTCNews)
Subsidi Energi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan belanja subsidi energi dan kompensasi akan lebih tinggi dari pagu yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 98/2022.Sri Mulyani mengatakan anggaran senilai Rp502,4 triliun berpotensi terlewati karena besarnya volume konsumsi BBM dan listrik bersubsidi oleh masyarakat.
"Kita sekarang melihat dengan volume yang sangat besar, ini bisa mungkin terlewati," katanya. (DDTCNews/Kontan)
Tidak Ada Alokasi Anggaran PEN
Pemerintah resmi menghentikan pengalokasian anggaran untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada RAPBN 2023. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan alokasi PEN disetop seiring dengan pandemi Covid-19 yang makin terkendali. Namun, pemerintah juga menyiapkan dana untuk mengantisipasi pandemi dan dampaknya pada masyarakat.
"Dana PEN 2023 tidak ada lagi karena sudah selesai berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 atau Perpu 1/2020. Jadi semuanya sekarang masuk di belanja K/L dan TKDD yang reguler," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 18 Agustus 2022