JAKARTA, Meskipun sudah lewat tenggat, topik terkait pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan masih menjadi sorotan media nasional pada hari ini, Selasa (5/5/2020). Apalagi, pelaporan SPT tahunan tercatat masih turun.
Setelah melihat realisasi kepatuhan formal wajib pajak di musim pelaporan SPT tahun ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengaku akan mengoptimalkan pelayanan pajak melalui saluran elektronik (online).
Menurut dia, turunnya pelaporan SPT tahunan kali ini dipengaruhi penghentian sementara pelayanan langsung (tatap muka). Seperti diketahui, untuk mencegah penyebaran virus Corona (Covid-19), DJP menghentikan pelayanan langsung hingga 29 Mei 2020.
“Model layanan pajak ke depan akan semakin banyak memanfaatkan saluran elektronik dan teknologi informasi,” katanya.
Selain itu, sejumlah media nasional juga menyoroti penurunan indeks manufaktur Indonesia yang perlu respons pemerintah, termasuk dari sisi fiskal. Berdasarkan rilis data IHS Markit, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia periode April 2020 anjlok ke level terendah sepanjang sejarah survei, yaitu ebesar 27,5.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan program Click, Call, and Counter (3C) akan mampu mengakselerasi perwujudan pelayanan melalui saluran elektronik. Apalagi, saluran elektronik, seperti telepon, chat, email, dan lainnya yang dibuka DJP sangat dimanfaatkan wajib pajak jelang tenggat pelaporan SPT tahunan.
“Program 3C akan menemukan akselerasinya,” kata Hestu. Anda bisa membaca topik terkait program 3C dalam majalah InsideTax.
Nantinya, layanan secara elektronik menjadi yang pertama bisa dimanfaatkan secara mandiri (Click). Jika ada kesulitan, bisa langsung minta bantuan melalui contact center (Call). Jika memang masih butuh layanan secara langsung, wajib pajak bisa datang ke kantor pajak (Counter). (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan penurunan indeks manufaktur mencapai titik terendah se-Asean ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga Mei 2020. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah cepat untuk menciptakan bantalan ekonomi dan keuangan.
Terkait dengan stimulus fiskal, pemerintah juga sudah memberikan berbagai insentif pajak melalui PMK 44/2020. Insentif itu meliputi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%, pembebasan PPh 22 Impor, dan restitusi PPN dipercepat. Untuk UMKM, pemerintah juga memberikan insentif PPh final DTP. (Bisnis Indonesia/Kontan/DDTCNews)
Pelaku UMKM yang ingin memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) tetapi telah memiliki surat keterangan (SK) sebelum PMK 44/2020 berlaku harus mengajukan kembali permohonan SK.
Sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-29/PJ/2020, dalam hal wajib pajak telah memiliki SK baik secara manual maupun daring sebelum PMK 44/2020 berlaku, wajib pajak harus mengajukan kembali permohonan SK kepada Dirjen secara daring melalui laman www.pajak.go.id untuk dapat memanfaatkan insentif PPh final DTP. Simak pula artikel ‘Cara Konfirmasi Kebenaran Surat Keterangan PMK 44/2020 Pelaku UMKM’. (DDTCNews)
Senior Researcher DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah mengatakan pungutan PPh final memberikan banyak manfaat bagi otoritas karena pungutan yang sederhana dan realisasi penerimaan yang cenderung stabil.
Pengenaan PPh dengan skema final juga bertujuan untuk menjangkau pelaku usaha untuk masuk dalam sistem administrasi pajak. Namun demikian, pemangku kepentingan perlu berpikir ulang untuk menerapkan PPh final dalam jangka panjang.
“Insentif PPh final secara terus-menerus bisa jadi menimbulkan suatu perencanaan pajak. Wajib pajak pun juga akan berusaha menjaga penghasilannya dibawah ambang batas agar dapat memanfaatkan PPh final terus menerus,” tutur Awwa.
Pembahasan secara komprehensif terkait PPh final ini dapat dilihat di DDTC Working Paper 2220 dengan topik ‘Meninjau Konsep dan Relevansi PPh Final di Indonesia’. Download DDTC Working Paper 2220 di sini. (DDTCNews)
Dalam laporan terbarunya, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu memproyeksikan rasio utang terhadap PDB pada 2020 bakal melonjak ke angka 36%. Nominal tersebut masih jauh dari batas dalam UU Keuangan Negara, yaitu 60%.
Namun, angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rasio utang terhadap PDB pada 2019 yang mencapai 30,2% dan tahun-tahun sebelumnya yang cenderung di bawah 30%. (Bisnis Indonesia)