Pemangkasan Tarif PPh Badan dan Perpanjangan WFH DJP Terpopuler
BERITA PAJAK PEKAN INI

JAKARTA, Topik pemberitaan mengenai pemangkasan tarif PPh Badan dan perpanjangan kerja dari rumah atau work from home (WFH) Ditjen Pajak menjadi berita pajak terpopuler sepanjang pekan ini.

Bagaimana tidak, pemangkasan tarif PPh Badan dan perpanjangan WFH itu memengaruhi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Misal, pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) Masa.

Pemangkasan tarif PPh Badan dari 25% menjadi 20% secara bertahap merupakan salah satu relaksasi kebijakan perpajakan yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1/2020.

Untuk tahun ini, pemerintah memangkas tarif PPh Badan menjadi 22%. Tarif ini berlaku sampai 2021. Untuk tahun 2022, tarif PPh Badan menjadi 20%. Adapun tarif untuk wajib pajak badan yang melantai di bursa lebih rendah 3%.

Selain tarif PPh Badan, jangka waktu pelayanan pajak tanpa tatap muka Ditjen Pajak (DJP) akhirnya diperpanjang setelah Dirjen Pajak Suryo Utomo memutuskan memperpanjang WFH hingga 21 April 2020.

Merebaknya virus Covid-19 tampaknya masih belum reda, sehingga kebijakan WFH terpaksa diperpanjang. Namun, pelayanan pajak tetap berjalan meski tanpa tatap muka. Ambil contoh pelaporan SPT Masa bisa melalui e-Filing.

Berikut berita pajak sepekan lainnya (30 Maret-3 April 2020):

Pelaporan SPT Tahunan Menurun
Berdasarkan data DJP, total realisasi SPT tahunan—baik wajib pajak orang pribadi maupun badan—yang masuk hingga Jumat (27/3/2020) mencapai 8,4 juta SPT, turun 10% ketimbang periode yang sama tahun lalu 9,3 juta SPT.

Pelaporan SPT tahunan terlihat melambat lantaran otoritas pajak memperpanjang batas akhir waktu pelaporan wajib pajak orang pribadi menjadi 30 April di tengah merebaknya virus Covid-19.

Meski begitu, DJP terus berupaya meningkatkan kepatuhan pelaporan SPT Tahunan dengan terus melakukan sosialisasi. Salah satunya dengan menyediakan video panduan pengisian SPT melalui e-Filing.

Jokowi Teken Perpu No. 1/2020
Pemerintah merilis Perpu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-10 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan ekonomi dan stabilitas keuangan.

Dalam Perpu itu juga mengatur empat kebijakan di bidang perpajakan. Pertama, penyesuaian tarif PPh Badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT). Kedua, perlakuan perpajakan dalam kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik.

Ketiga, perpanjangan waktu pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Keempat, pemberian kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk.

Pengenaan Pajak Transaksi Elektronik
Skema pemajakan yang dimuat di dalam Perpu No.1/2020 memuluskan rencana mengeruk penerimaan pajak dari transaksi digital. Keputusan ini dinilai tepat lantaran aktivitas ekonomi di tengah pandemi Corona banyak dilakukan secara digital.

Dalam Perpu tersebut diatur pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE.

Pengenaan PPh atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan juga diatur di dalam Perpu tersebut.

Penyesuaian Angsuran PPh Pasal 25
Angsuran PPh Pasal 25 wajib pajak badan untuk masa pajak April sudah menyesuaikan tarif PPh badan yang baru dalam Perpu No.1/2020 yaitu sebesar 22% dari sebelumnya sebesar 25%.

Artinya, tarif PPh untuk tahun pajak 2019—yang dilaporkan dalam SPT tahunan paling lambat akhir April tahun ini—masih menggunakan tarif 25%. Namun, dasar penghitungan untuk PPh Pasal 25 mulai April 2020 sudah menggunakan tarif 22%.

Sementara itu, untuk mengompensasi pembayaran yang lebih pada Januari sampai dengan Maret 2020, wajib pajak bisa mengajukan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 untuk masa-masa pajak berikutnya.

DJP Terbitkan Pedoman Pencegahan dalam Penagihan Pajak
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat edaran yang memerinci tata cara bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang ingin mengusulkan pencegahan agar dalam pelaksanaannya dapat dilakukan sangat selektif.

Perincian itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-09/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencegahan dalam Rangka Penagihan Pajak. Beleid ini mulai berlaku pada 27 Februari 2020.

Sesuai pasal 29 UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP), pencegahan dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak paling sedikit Rp100 juta dan diragukan iktikad baiknya dalam melunasi utang pajak.