Pemberian Insentif Berlanjut, Setoran Perpajakan Ditarget Tumbuh 10,5%
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Dengan proyeksi pada tahun ini minus 9,2%, penerimaan perpajakan pada 2021 ditargetkan bisa tumbuh sebesar 2,5%—10,5%. Pemberian insentif tetap dilanjutkan. Topik tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (25/6/2020).

Dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan outlook penerimaan perpajakan pada tahun ini memang turun lebih dalam dari outlook sesuai Perpres No. 54 Tahun 2020. Simak pula artikel ‘Sri Mulyani: Presiden Telah Tandatangani Revisi Perpres 54/2020’.

“Untuk 2020 sudah kita lakukan penajaman dua kali. Pertama, asumsi sesuai Perpres 54/2020 angkanya minus 5,4%. Setelah kita lihat lagi, outlook yang dipakai minus 9,2% [dari realisasi tahun lalu]. Belum pernah kita alami sedalam ini,” jelas Febrio.

Penyebab rendahnya penerimaan perpajakan pada tahun ini dikarenakan ada tekanan dari dua sisi. Pertama, lesunya perekonomian sebagai dampak adanya pandemi Covid-19. Kedua, efek dari guyuran insentif perpajakan, terutama untuk dunia usaha.

Dengan basis outlook minus cukup dalam pada tahun ini, pemerintah memasang target penerimaan perpajakan pada 2021 berada di kisaran 2,5%—10,5%. Pemerintah mengaku akan terus menjalankan reformasi perpajakan untuk meningkatkan penerimaan perpajakan pada tahun depan.

Selain bahasan mengenai penerimaan perpajakan, beberapa media nasional juga menyoroti adanya gangguan yang sempat terjadi pada aplikasi e-Faktur. Ditjen Pajak (DJP) memastikan aplikasi tersebut sudah berjalan normal dan bisa digunakan kembali.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Dukung Pemulihan Ekonomi

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan ada sejumlah peluang yang akan diambil pemerintah untuk meningkatkan penerimaan perpajakan pada tahun depan. Salah satunya adalah terkait pengenaan pajak pada aktivitas perdagangan secara elektronik. Perluasan barang kena cukai (BKC) juga akan ditempuh.

Di sisi lain, pemerintah juga akan tetap memberikan insentif pajak pada tahun depan untuk memberi stimulus pada dunia usaha. Selain penurunan tarif PPh badan yang juga sudah dimulai untuk 2020, pemerintah akan memberikan relaksasi prosedur.

“Jadi, untuk 2021, dukungan pemulihan ekonomi melalui insentif yang tepat harus terus dilakukan. Pemberian insentif dan relaksasi prosedur harus dilakukan. Penyempurnaan peraturan terus dilakukan,” kata Febrio. (Kompas/DDTCNews)

  • Aplikasi e-Faktur

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan kendala yang dihadapi wajib pajak yang menggunakan e-Faktur karena adanya pemeliharaan sistem. Dia memastikan proses pemeliharaan telah rampung kemarin sore.

"Jadi ada maintenance di digital certificate-nya [sistem e-faktur]. Sekarang [e-Faktur] sudah on lagi,” kata Iwan. Simak artikel ‘DJP Pastikan Sistem E-Faktur Sudah Normal’. (DDTCNews)

  • Realisasi Restitusi

Berdasarkan data DJP, realisasi restitusi pajak pada Januari—Mei 2020 senilai Rp 84,12 triliun. Nilai tersebut mencatatkan pertumbuhan 7,4% secara tahunan. Dilihat dari sumbernya, realisasi restitusi upaya hukum senilai Rp13,93 triliun, restitusi dipercepat senilai Rp21,83 triliun, dan restitusi normal senilai Rp46,39 triliun. (Kontan)

  • Fasilitas PPh untuk Sewa Tanah

Penghasilan sewa yang diperoleh wajib pajak dari penyewaan tanah, bangunan atau harta lain kepada pemerintah untuk penanganan Covid-19 mendapatkan fasilitas pajak.

Fasilitas tersebut berupa pengenaan pajak penghasilan (PPh) dengan tarif 0%. Hal ini berarti kendati tetap termasuk sebagai objek pajak, wajib pajak dapat menerima penghasilan atas sewa tersebut secara utuh. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 29/2020. Baca artikel ‘Pajak Sewa Harta untuk Penanganan Covid-19 Dibebaskan’. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Penempatan Uang Negara di Bank Himbara

Pemerintah akan mulai menempatkan uang negara kepada bank umum untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional pascapandemi virus Corona.

Pada tahap awal, uang negara senilai Rp30 triliun akan ditempatkan di bank umum anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Penempatan dana digunakan sebagai tambahan kredit modal kerja untuk pelaku usaha yang terdampak pandemi virus Corona. Simak pula artikel ‘Ini Kewajiban Bank Himbara yang Dapat Jatah Penempatan Uang Negara’. (Kontan/Bisnis Indonesia/DDTCNews)