Pemberitahuan Surat Paksa Alami Kendala? Begini Ketentuannya
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA (6)

DALAM melaksanakan upaya penagihan pajak, tidak jarang para otoritas pajak menghadapi berbagai kendala. Hambatan tersebut tidak hanya datang dari penanggung pajak, tapi juga situasi dan kondisi saat penagihan, tidak terkecuali saat penagihan pajak dengan surat paksa.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Peraturan Menteri Keuangan No. 24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2010 (PMK 24/2008 s.t.d.d PMK 85/2010), surat paksa yang diterbitkan diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan surat paksa kepada penanggung pajak.

Pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak tersebut dilaksanakan dengan membacakan isi surat paksa oleh juru sita pajak dan dituangkan dalam berita acara sebagai pernyataan bahwa surat paksa telah diberitahukan.

Berita acara ini sekurang-kurangnya berisi hari dan tanggal pemberitahuan surat paksa, nama juru sita pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan surat paksa. Berita acara ditandatangani oleh juru sita pajak dan penanggung pajak.

Sesuai Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 PMK 24/2008 s.t.d.d. PMK 85/2010, terdapat 5 kriteria penerima pemberitahuan surat paksa. Pertama, surat paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh juru sita pajak kepada pihak-pihak berikut:

  1. penanggung pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang memungkinkan;
  2. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha penanggung pajak, apabila penanggung pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;
  3. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau
  4. ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan tetap dibagi.

Kedua, surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh jurusita pajak kepada pihak-pihak berikut:

  1. pengurus meliputi direksi, komisaris, pemegang saham pengendali atau mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroan tertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan, untuk perseroan terbatas;
  2. kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung jawab, untuk bentuk usaha tetap;
  3. direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan, untuk badan usaha lainnya seperti kontrak investasi kolektif, persekutuan, firma, dan perseroan komanditer.
  4. ketua atau orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan, untuk yayasan;
  5. pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d.

Ketiga, dalam hal wajib pajak dinyatakan pailit, surat paksa diberitahukan kepada kurator, hakim pengawas, atau balai harta peninggalan.

Keempat, dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, surat paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator.

Kelima, dalam hal wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, surat paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa.

Dalam praktiknya, pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak atau pihak-pihak tersebut di atas tidak selalu berjalan mulus. Oleh sebab itu, diatur ketentuan pemberitahuan surat paksa apabila terdapat kendala atau hambatan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 20 PMK 24/2008 s.t.d.d. PMK 85/2010.

Apabila selama pelaksanaan surat paksa terdapat beberapa kendala seperti tidak dapat diberitahukannya surat paksa kepada penanggung pajak atau perwakilannya, berikut ketentuannya.

Pertama, bila pihak-pihak yang disebutkan di atas menolak untuk menerima surat paksa maka juru sita pajak akan meninggalkan surat paksa tersebut. Akan tetapi, juru sita pajak akan mencatat dalam berita acara bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksa dan surat paksa dianggap telah diberitahukan.

Kedua, bila pemberitahuan surat paksa tidak dapat dilaksanakan maka surat paksa akan disampaikan melalui pemerintah daerah setempat.

Ketiga, wajib pajak atau penanggung pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya maka penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan menempelkan salinan surat paksa pada papan pengumuman di kantor pejabat yang menerbitkannya. Pemberitahuan surat paksa tersebut juga akan diumumkan melalui media massa atau dengan cara lain.

Selain itu, hambatan lain yang berkaitan dengan situasi dan kondisi wilayah kerja pejabatnya dalam melaksanakan penagihan pajak dengan surat paksa. Apabila terjadi hambatan yang demikian maka Pasal 21 PMK 24/2008 s.t.d.d. PMK 85/2010 menetapkan pejabat yang menerbitkan surat paksa dapat melakukan langkah-langkah berikut.

Pertama, bila penagihan pajak di luar wilayah kerja pejabat yang menerbitkan surat paksa. Otoritas pajak yang bersangkutan dapat meminta bantuan pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan surat paksa.

Kedua, bila pelaksanaan surat paksa di luar wilayah kerja jurusita. Otoritas pajak dapat memerintahkan jurusita pajak untuk melaksanakan surat paksa di luar wilayah kerjanya. Hal ini dapat dilakukan sepanjang wilayah kerja tersebut masih berada di kota yang sama dan terdapat lebih dari satu wilayah kerja yang dipegang oleh beberapa pejabat. Hambatan ini dapat diatasi dengan melakukan pemberitahuan pelaksanaan surat paksa di luar wilayah kerja jurusita kepada pejabat yang memegang wilayah kerja tersebut.

Ketiga, bila pelaksanaan surat paksa dilakukan di luar kota tempat kedudukan kantor pejabat tapi masih dalam wilayah kerja. Dalam hal ini dimungkinkan untuk meminta bantuan melaksanakan surat paksa kepada pejabat yang memegang wilayah kerja di mana surat paksa dilaksanakan. Selain itu, opsi keduanya adalah memerintahkan juru sita pajak untuk melaksanakan surat paksa dengan memberitahukan kepada pejabat yang memegang wilayah kerja tersebut.

Ketentuan-ketentuan di atas menegaskan tidak boleh ada alasan bagi pelaksana penagihan pajak untuk tidak memberitahukan surat paksa kepada penanggung pajak. Pemberitahuan tetap dilakukan sekalipun yang bersangkutan tidak diketahui keberadaannya atau berada di luar wilayah kerja pejabat tersebut.

Akan tetapi, ada satu hal yang perlu diingat oleh penagih pajak, yakni penanggung pajak juga masih memiliki hak selama dilaksanakannya penagihan pajak dengan surat paksa. Oleh karena itu, apabila seorang penanggung pajak masih memberikan perlawanan dengan alasan adanya kesalahan atau kekeliruan pada surat paksa, penanggung pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan.

Hak Penanggung Pajak
DALAM proses pelaksanaan surat paksa, penanggung pajak juga memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian. Berdasarkan Pasal 23 PMK 24/2008 s.t.d.d. PMK 85/2010, penanggung pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada pejabat terhadap surat paksa apabila diyakini dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.

Pejabat yang berwenang kemudian akan memberi keputusan atas permohonan yang diajukan dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan tersebut. Apabila pejabat yang berwenang belum juga memberikan keputusan atas permohonan yang diajukan penanggung pajak setelah melewati jangka waktu yang ditentukan maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan penagihan pajak akan ditunda untuk sementara waktu.

Bila atas permohonan tersebut diberikan putusan benar adanya kesalahan atau kekeliruan dalam penerbitan surat paksa, pejabat yang berwenang dapat membetulkan surat paksa tersebut. Otoritas pajak perlu melakukan pembetulan terlebih dahulu agar pelaksanaan penagihan pajak dapat dilanjutkan.*