JAKARTA, Setelah 30 Juni 2022, Ditjen Pajak (DJP) akan melanjutkan penegakan hukum yang sebelumnya ditunda pada periode implementasi Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (23/6/2022).
Untuk wajib pajak yang tidak mengikuti PPS, DJP akan melanjutkan penegakan hukum yang sebelumnya ditunda. Untuk wajib pajak yang mengikuti PPS, DJP akan meneliti ada atau tidaknya harta yang belum diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).
“Untuk penegakan hukum, DJP tidak akan menggunakan tools ini secara sembarangan. Ini tools paling akhir. Jadi, kami pasti akan sangat selektif,” ujar Kepala Subdirektorat Pemeriksaaan Bukti Pemeriksaan Direktorat Penegakan Hukum Rachmad Auladi.
DJP akan melanjutkan lagi pengusulan bukti pemeriksaan (Bukper), penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan (SPPBP), dan penyampaian SPPBP wajib pajak orang pribadi. Simak ‘DJP Tunda Penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan Bukper WP OP’.
Sementara terkait dengan hasil penelitian atas SPPH, jika ditemukan harta yang kurang atau belum diungkap, akan dilakukan pemeriksaan oleh Kepala UP2. Simak pula ‘DJP Imbau Wajib Pajak Harus All Out Ikut PPS, Mengapa?’.
Selain kelanjutan penegakan hukum setelah PPS berakhir pada 30 Juni 2022, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya surat edaran dirjen pajak tentang petunjuk teknis pembetulan atau pembatalan surat keterangan pengungkapan harta bersih. Ada pula bahasan mengenai faktur pajak.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pengawasan dan Pemeriksaan Pajak
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan dalam 6 bulan terakhir, DJP memilih untuk mengerem aktivitas pengawasan serta pemeriksaan. Otoritas, sambung dia, lebih mendorong wajib pajak untuk turut serta dalam PPS.
Kendati demikian, setelah PPS berakhir pada 30 Juni, DJP akan melakukan tindak lanjut. DJP akan menindaklanjuti PPS berdasarkan pada data dan informasi yang diterima, baik melalui pengawasan, pemeriksaan, maupun penegakan hukum.
"Bukan bermaksud menakut-nakuti, itu yang diatur dalam UU KUP. Ada dimensi kita melakukan edukasi, kami pilih siapa yang perlu diedukasi sebelum diawasi," ujar Suryo. Simak pula ‘Setelah PPS Rampung, DJP Masih akan Teliti SPPH Wajib Pajak’. (DDTCNews)
Basis Data yang Lengkap
DJP mengeklaim telah memiliki data yang cukup untuk melakukan pengujian atas kepatuhan wajib pajak setelah diselenggarakannya PPS. Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Yudha Wijaya mengatakan ada penelitian atas kepatuhan formal dan kepatuhan material wajib pajak.
"Kami memiliki basis data yang cukup lengkap, baik materialnya maupun kepatuhan-kepatuhan pelaporan SPT Masa, SPT Tahunan, pengukuhan PKP, hingga pemanfaatan fasilitas," katanya. Simak ‘Periksa Kepatuhan WP Setelah PPS, DJP: Kami Punya Basis Data Lengkap’. (DDTCNews)
Pembatalan Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih
Dirjen pajak menerbitkan SE-17/PJ/2022 tentang Petunjuk Teknis Pembetulan atau Pembatalan Surat Keterangan Pengungkapan Harta Bersih. SE ini untuk memberikan keseragaman dalam pelaksanaan pembetulan atau pembatalan surat keterangan pengungkapan harta bersih.
“Dalam hal berdasarkan penelitian, terdapat ketidaksesuaian antara harta bersih yang diungkapkan dengan keadaan sebenarnya, kepala KPP atas nama direktur jenderal pajak dapat melakukan pembetulan atau pembatalan atas surat keterangan,” bunyi salah satu ketentuan dalam SE tersebut. (DDTCNews)
Salah Input NPWP pada Faktur Pajak
Jika salah memasukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lawan transaksi, pengusaha kena pajak (PKP) tidak dapat mengubahnya dengan faktur pajak pengganti. DJP menjelaskan jika NPWP lawan transaksi yang dimasukkan dalam faktur pajak salah, PKP harus membatalkannya terlebih dahulu.
“Untuk kesalahan input NPWP pada faktur pajak tidak dapat diubah menggunakan faktur pajak pengganti. Silakan membatalkan faktur pajak tersebut dan membuat faktur pajak yang baru dengan NPWP yang benar,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter. (DDTCNews)
Pencabutan Pemberian Insentif Tambahan Perusahaan KITE
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memberikan penjelasan mengenai pencabutan pemberian insentif tambahan bagi perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan/atau kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) pada bulan depan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menyebut terdapat sejumlah pertimbangan pemberian insentif tambahan dalam PMK 31/2020 tersebut dihentikan. Salah satunya ialah kinerja industri kawasan berikat dan KITE yang mulai pulih.
"Ketahanan dan pemulihan industri kawasan berikat dan KITE sejak kuartal II/2021 menunjukkan level yang sangat baik dari sisi ekspor-impor, penjualan, dan penyerapan tenaga kerja," katanya. (DDTCNews)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 23 Juni 2022