APABILA belum merasa puas terhadap keputusan keberatan, wajib pajak masih memiliki kesempatan untuk mengajukan banding atas sengketa pajaknya, termasuk pajak bumi dan bangunan (PBB). Selain wajib pajak, permohonan banding juga dapat diajukan oleh ahli, waris, atau kuasa hukum dari wajib pajak yang bersangkutan serta seorang pengurus (untuk wajib pajak badan).
Permohonan banding dapat diajukan wajib pajak kepada badan peradilan pajak atau pengadilan pajak. Hal berlaku bagi setiap permohonan banding terhadap keputusan keberatan pajak manapun, termasuk PBB.
Semula, hak pengajuan banding ini berlaku untuk setiap keputusan keberatan PBB, termasuk PBB yang dipungut oleh pemerintah pusat sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB).
Sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB), pemerintah telah mencabut hak wajib pajak untuk mengajukan banding terhadap putusan dirjen pajak karena dicabutnya Pasal 17.
Namun demikian, wajib pajak masih memiliki hak untuk mengajukan banding terhadap putusan keberatan dalam sengketa PBB yang dipungut oleh pemerintah daerah atau PBB-P2.
Terkait ketentuan pengajuan keberatan dalam sengketa PBB-P2, berdasarkan Pasal 105 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada pengadilan pajak atas keputusan keberatannya yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Mengacu pada ketentuan dalam Pasal 105 ayat (2) UU PDRD, permohonan tersebut harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas serta harus diajukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima. Permohonan yang dimaksud juga harus dilampiri dengan salinan dari surat keputusan keberatan yang terkait.
Pengajuan permohonan banding ini akan menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 105 ayat (3) UU PDRD.
Apabila permohonan banding tersebut dikabulkan sebagian atau seluruhnya maka sesuai ketentuan Pasal 106 ayat (1) dan (2) UU PDRD, kelebihan pembayaran pajak kemudian akan dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Imbalan bunga yang dimaksud dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB).
Jika permohonan banding yang diajukan ditolak atau hanya dikabulkan sebagian maka wajib pajak yang bersangkutan akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% sebagaimana yang diatur dalam Pasal 106 ayat (5) UU PDRD.
Adapun jumlah denda sebesar 100% tersebut didasarkan pada jumlah pajak yang tertera dalam putusan banding setelah dikurangi dengan jumlah pajak yang telah dibayar (jika ada) sebelum keberatan diajukan.
Namun, perlu dicatat, mengacu pada ketentuan Pasal 106 ayat (4) UU PDRD, pengajuan permohonan banding ini akan meniadakan sanksi administratif untuk putusan keberatan yang menolak atau hanya mengabulkan sebagian.
Adapun sanksi administratif yang dimaksud berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak yang tertera dalam keputusan keberatan yang dikurangi dengan jumlah pajak yang telah dibayar sebelumnya.*