Pengertian & Perhitungan PPh Pasal 25
PPh PASAL 25 (1)

PAJAK Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah pembayaran PPh secara angsuran dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan setiap bulan setelah dikurangi dengan kredit pajak.

Pajak yang satu ini memberikan kemudahan bagi wajib pajak agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak.

Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh) dijelaskan bahwa pembayaran pajak bisa diangsur atau dicicil di muka dengan pembayaran cicilan setiap bulan.

Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Sebagai contoh, untuk masa pajak Januari 2016, maka angsuran PPh Pasal 25 disetor paling lambat tanggal 15 Februari 2016 dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 Februari 2016.

Perhitungan PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan data Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun sebelumnya, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan kredit pajak lainnya, kemudian dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

Kondisi tersebut mengakibatkan adanya selisih atau perbedaan yang terjadi dengan kondisi sebenarnya yang harus dibayar pada tahun pajak terakhir. Jika selisih tersebut menyebabkan pajak yang seharusnya dibayar menjadi kurang bayar maka kekurangan tersebut harus dibayarkan pada akhir tahun. Kekurangan inilah yang dinamakan dengan PPh Pasal 29.

Sebaliknya, jika terdapat kelebihan pajak yang dibayar, maka wajib pajak dapat meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dibayarkan atau disebut sebagai restitusi.

Pasal 25 ayat 4 dan 6 UU PPH menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi besarnya jumlah angsuran PPh pasal 25 yaitu:

  • Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
  • Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
    1. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;
    2. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
    3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
    4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
    5. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan/atau
    6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.

Lebih lanjut, Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menetapkan dasar perhitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25. Oleh karenanya, Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 208/ PMK.03/ 2009 yang menetapkan penghitungan besarnya angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh:

  • Wajib pajak baru;
  • Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, wajib pajak masuk bursa dan wajib pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala; atau
  • Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu.

Untuk pembahasan berikutnya, akan dijelaskan mengenai penentuan tarif PPh Pasal 25, batas waktu pembayaran, syarat yang harus dipenuhi dalam membayar PPh Pasal 25 serta sanksi atas keterlambatannya.*