Penghasilan yang Dipotong
PPh PASAL 21 (3)

DALAM Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, penghasilan merupakan objek pajak yang harus dipotong pihak pemberi penghasilan. Penghasilan ini bisa bersifat teratur maupun tidak teratur sesuai dengan  ketentuan berlaku.

Ketentuan mengenai penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 diatur dalam Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER 16/2016). Secara rinci, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
  3. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
  4. penghasilan  pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
  5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
  6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
  7. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
  8. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
  9. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Penghasilan di atas termasuk penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan bentuk apapun, baik yang diberikan oleh wajib pajak (WP) yang dikenakan PPh final, maupun WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

Perlu diperhatikan bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sebagaimana diuraikan di atas hanya mencakup penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi yang berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri.

Selain itu, terdapat pula jenis penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 21. Ketentuan mengenai penghasilan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 21 ini diatur dalam Pasal 8 PER 16/2016 sebagaimana dijelaskan berikut ini:

  1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna, asuransi beasiswa;
  2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh WP atau pemerintah kecuali penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan bentuk apapun, baik yang diberikan oleh wajib pajak (WP) yang dikenakan PPh final, maupun WP yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit) (Pasal 5 ayat 2);
  3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh  Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; atau
  5. beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2016 tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan (PMK 154/2009).

Selain itu PPh yang ditanggung oleh pemberi kerja maupun ditanggung oleh pemerintah tergolong sebagai penerimaan dalam bentuk kenikmatan yang tidak dipotong PPh Pasal 21. Selanjutnya, pembahasan mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP) bersambung ke bagian 4.