JAKARTA, Pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital dan implementasi secara nasional e-Bupot 23/26 mulai Agustus 2020 menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (3/8/2020).
Pada Juli 2020, ada 6 perusahaan yang sudah ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital. Mereka adalah Amazon Web Services Inc., Google Asia Pacific Pte. Ltd., Google Ireland Ltd., Google LLC., Netflix International B.V., dan Spotify AB.
“Mereka wajib memungut PPN atas penyerahan produk digitalnya kepada konsumen di Indonesia mulai 1 Agustus,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama.
Otoritas pajak akan kembali menunjuk beberapa perusahaan untuk menjadi pemungut PPN produk digital pada bulan ini. Jumlah perusahaan yang ditunjuk direncanakan akan lebih banyak dari periode pertama.
Kemudian, mulai bulan ini pula, seluruh pengusaha kena pajak (PKP) sudah bisa mengakses e-Bupot 23/26. Pemberlakuan secara nasional ini dilakukan setelah otoritas mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020.
E-Bupot 23/26 adalah perangkat lunak yang disediakan di laman www.pajak.go.id atau saluran tertentu yang ditetapkan DJP. Perangkat lunak ini digunakan untuk membuat bukti pemotongan 23/26 serta membuat dan melaporkan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik.
Selain kedua topik tersebut, ada pula media nasional yang membahas mengenai kelonggaran waktu bagi lembaga jasa keuangan (LJK) dalam melaporkan informasi keuangan terkait implementasi automatic exchange of information (AEoI).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pada pekan ini, DJP akan kembali mengumumkan penambahan perusahaan yang akan ditunjuk sebagai pemungut PPN produk digital.
“[Jumlah perusahaan] ada lebih banyak dari yang [periode] pertama kemarin,” ujarnya. (Bisnis Indonesia)
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar menjelaskan proses penunjukan pelaku usaha sebagai pemungut PPN akan dilakukan pada awal bulan. Dengan demikian, pelaku usaha dapat segera memulai pemungutan PPN produk digital pada bulan berikutnya.
"DJP melakukan penunjukan pada awal bulan agar pelaku usaha memiliki waktu untuk mengubah dokumen dalam invoice dengan memasukan PPN 10%. (DDTCNews)
Pada tahap awal, Arif mengatakan proses korespondensi dengan pelaku usaha asing masih ditangani oleh kantor pusat DJP. Kedepan, proses korespondensi sampai dengan penunjukan sebagai pemungut PPN akan menjadi tugas KPP Badan dan Orang Asing (Badora).
“Saat ini, kantor pusat melakukan modeling penunjukan pemungut PPN yang selanjutnya akan dilakukan KPP Badora,” imbuh Arif. Simak pula artikel ‘Pelaku Usaha Lewat Sistem Elektronik Wajib Terdaftar di KPP Badora DJP’. (DDTCNews)
Adapun kriteria wajib pajak yang wajib menggunakan e-Bupot mulai 1 Agustus 2020 adalah pertama, seluruh PKP yang terdaftar di KPP Pratama seluruh Indonesia. Kedua, PKP itu memiliki pemotongan PPh Pasal 23/26 lebih dari 20 bukti pemotongan dalam satu masa pajak.
Ketiga, PKP itu menerbitkan bukti pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti potong. Keempat, PKP itu sudah pernah menyampaikan SPT masa secara elektronik.
Sementara syarat untuk dapat mengakses aplikasi e-Bupot adalah memiliki EFIN, memiliki akun di www.pajak.go.id, dan memiliki sertifikat elektronik. (DDTCNews)
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan keputusan untuk melonggarkan batas akhir pelaporan informasi keuangan oleh LJK dari yang semula 1 Agustus 2020 menjadi 1 Oktober 2020 sudah sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan Global Forum OECD.
"Kelonggaran ini diberikan setelah mempertimbangkan kesepakatan internasional. Global Forum menyarankan extension pelaporan informasi keuangan akibat dampak global dari pandemi Covid-19," katanya. Simak artikel ‘Deadline Pelaporan Informasi Keuangan Dilonggarkan, Ini Kata DJP’. (DDTCNews/Kontan)
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat penundaan pelaporan informasi keuangan dalam kaitannya dengan implementasi AEoI. Apalagi, penundaan ini juga sesuai rekomendasi OECD setelah melihat situasi saat ini.
“Asal tetap menjaga komitmen, tidak masalah,” ujarnya. (Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengungkapkan selain terkait aktivitas ekonomi, belum optimalnya penyerapan insentif pajak juga dikarekan sebagian wajib pajak belum menyampaikan laporan pemanfaatan insentif sesuai tenggat.
Otoritas akan terus mengingatkan wajib pajak melalui account representative (AR) di tiap kantor pelayanan pajak (KPP). DJP juga akan terus melakukan sosialisasi. Pasalnya, DJP sudah melakukan email blast kepada 755.000 pemberi kerja untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 bagi karyawannya dan 1,4 juta wajib pajak untuk memanfaatkan insentif PPh Pasal 25.
DJP, sambungnya, juga tengah melakukan survei terkait kondisi terkini para wajib pajak, peluang keberlangsungan usaha, serta stimulus atau insentif pajak yang diperlukan. Survei tersebut dikirim melalui email kepada sekitar 174.000 wajib pajak strategis pada 21 Juli 2020. (Kontan)