Peran Tax Center Perlu Diperluas, Ini Alasannya

JAKARTA, Peran tax center sebagai pihak ketiga, yang menjembatani kepentingan antara Ditjen Pajak (DJP) dan wajib pajak, perlu diperluas.

Ketua Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Atpetsi) sekaligus Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan tax center menjadi pihak ketiga yang paling ideal dalam mewadahi kepentingan yang saling tarik-menarik antara otoritas pajak dan wajib pajak.

“Perguruan tinggi merupakan pihak ketiga yang paling ideal. Dalam konteks ini, tax center sebagai sub atau unit dari perguruan tinggi. Harapan kita semua, bagaimana tax center bisa menjadi pihak di tengah-tengah antara kepentingan otoritas pajak dan wajib pajak,” ungkapnya dalam seminar bertajuk Tax Center Kuat, Pajak Kuat, Indonesia Maju, Selasa (20/10/2020).

Sebagai pihak ketiga yang paling ideal, sambung Darussalam, peran tax center perlu direvitalisasi agar lebih luas. Saat ini, sambungnya, ada sebanyak 306 anggota yang terdaftar di Atpetsi. Menurutnya, jumlah tax center yang banyak dapat menjadi potensi yang luar biasa jika ada perluasan peranan.

Atpetsi, lanjutnya, telah menjalin kesepakatan bersama dengan DJP. Melalui kesepakatan tersebut, DJP dan tax center diharapkan dapat bersinergi dalam memberikan edukasi, inklusi, sosialisasi, dan pelatihan pajak, riset bersama berbasis kewilayahan, dan revitalisasi kurikulum pajak.

Darussalam menjelaskan riset berbasis kewilayahan perlu dilakukan karena setiap wilayah memiliki potensi ekonomi dan pajak yang berbeda. Oleh karenanya, diharapkan setiap tax center bisa memetakan pola perilaku wajib pajak serta potensi ekonomi dan pajak dari sisi subjek dan objek pajak di setiap wilayah.

Adapun revitalisasi kurikulum pajak juga diperlukan. Darussalam menyatakan peran tax center dalam memberikan edukasi juga sangat krusial. Pasalnya, edukasi pajak sangat penting untuk membangun kepercayaan wajib pajak sekaligus mendorong partisipasi publik.

“DJP tidak bisa dibiarkan sendirian. Harus ada pihak ketiga yang ikut menjembatani. Namun, tax center perlu terus mengembangkan diri dan meng-update ilmu pajak berbasis kurikulum baru agar lebih efektif dan lebih bisa menjalankan perannya sebagai pihak ketiga yang paling ideal,” ujar Darussalam

Edukasi pajak, lanjut Darussalam, salah satunya dapat dilakukan melalui inklusi pajak untuk segala rentang usia bahkan sejak dini. Oleh karena itu, media penyalur informasi pajak perlu dibuat lebih kreatif agar mudah dipahami, seperti dalam bentuk komik, kartun, dan karikatur.

Darussalam menambahkan kurikulum pajak perguruan tinggi di Indonesia juga perlu di redesain dengan mengubah paradigma. Ia mengusulkan 4 hal yang dibutuhkan untuk meredesain kurikulum pajak. Pertama, mempelajari pajak sebagai multi disiplin ilmu.

Kedua, mempelajari pajak dengan perbandingan di negara lain. Ketiga, mempelajari pajak dengan studi kasus. Keempat, meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga pengajar pajak yang berasal dari luar otoritas pajak. Simak artikel ‘Redesain Kurikulum Pajak, Pakar: Perlu Perubahan Paradigma’.

Sebagai informasi kembali, seminar pembinaan tax center ini diselenggarakan secara virtual oleh Kanwil DJP Jawa Barat II. Seminar secara virtual ini diikuti oleh perwakilan dari 12 tax center yang berada di bawah naungan Kanwil DJP Jawa Barat II.