JAKARTA, Pemerintah resmi menerbitkan peraturan baru mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto. Terbitnya peraturan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada Rabu (6/4/2022).
Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022. Dalam keterangan resminya, Ditjen Pajak (DJP) mengatakan kripto bukan mata uang atau surat berharga, melainkan merupakan barang berupa hak dan kepentingan lainnya yang berbentuk digital.
“Oleh karena itu, PPN memandangnya sebagai BKP tidak berwujud,” tulis DJP dalam keterangan resmi tersebut.
Pemerintah menetapkan PPMSE yang memfasilitasi aset kripto (exchanger atau pedagang fisik aset kripto (PFAK) yang terdaftar di BAPPEBTI dan penyelenggara jasa dompet elektronik aset kripto) sebagai pemungut PPN atas penyerahan aset kripto oleh penjual kepada pembeli.
PMK yang mulai berlaku pada 1 Mei 2022 ini menjadi salah satu dari 14 PMK turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang baru saja diterbikan. Simak ‘Ini Penjelasan Resmi Ditjen Pajak Soal 14 Aturan Baru Turunan UU HPP’.
Selain mengenai pengenaan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto, ada pula bahasan terkait dengan standar pelayanan di lingkungan Ditjen Pajak, mulai dari kantor pusat, kantor wilayah (Kanwil), hingga kantor pelayanan pajak (KPP).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
PPN Transaksi Aset Kripto
PPN yang terutang atas perdagangan kripto dipungut dan disetor oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dengan besaran tertentu (Pasal 9A UU PPN).
Jika PPMSE merupakan PFAK, tarifnya sebesar 1% dari tarif PPN atau 0,11% dikali dengan nilai transaksi aset kripto. Jika PPMSE bukan merupakan PFAK, tarifnya 2% dari tarif PPN atau 0,22% dikali dengan nilai transaksi aset kripto.
Selanjutnya, jasa penyediaan sarana elektronik untuk memfasilitasi transaksi aset kripto (jasa exchange dan dompet elektronik) merupakan jasa kena pajak (JKP) dan dikenai mekanisme umum PPN.
Jasa mining aset kripto (verifikasi transaksi aset kripto) merupakan JKP yang dipungut PPN dengan besaran tertentu sebesar 10% dari tarif PPN atau 1,1% dikali nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang (miner). (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
PPh Terkait dengan Aset Kripto
DJP menjelaskan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penjual aset kripto dikenai PPh 22 final dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi untuk PFAK dan 0,2% dari nilai transaksi untuk selain PFAK.
Kemudian, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto dikenai PPh 22 final 0,1% dari nilai transaksi.
Selanjutnya, terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh PPMSE terkait dengan penyelenggaraan perdagangan kripto dikenai PPh dengan tarif umum, atas transaksi aset kripto dikenai PPh 22 final 0,1% dari nilai transaksi. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Standar Pelayanan di DJP
Dirjen Pajak Suryo Utomo menetapkan keputusan baru mengenai standar pelayanan di lingkungan DJP. KEP-160/PJ/2022 ini ditetapkan guna mewujudkan penyelenggaraan layanan publik yang sesuai dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan memberikan kepastian hak dan kewajiban berbagai pihak.
"Dalam memberikan acuan bagi pelaksanaan penilaian ukuran kinerja dan kualitas penyelenggaraan pelayanan ... perlu menyusun standar pelayanan di lingkungan Ditjen Pajak," bunyi pertimbangan KEP-160/PJ/2022. (DDTCNews)
Penyesuaian Tarif PPN pada PIB
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pengguna jasa perlu melakukan penyesuaian tarif PPN pada dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mulai 1 April 2022. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan apabila pengguna jasa tidak melakukan penyesuaian, pemberitahuan akan ditolak oleh sistem aplikasi pelayanan pabean.
"Untuk pelaku usaha yang mengajukan pemberitahuan pabean dengan PPN 10%, maka akan di-reject secara otomatis oleh sistem aplikasi pelayanan pabean (CEISA)," kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto. (DDTCNews)
Penerimaan Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan hingga saat ini penerimaan negara masih berada dalam tren pertumbuhan dibanding periode yang sama tahun lalu. Lonjakan penerimaan negara ini akan mendorong fokus belanja pemerintah untuk ketahanan energi dan pangan.
Menkeu mengatakan kenaikan penerimaan negara utamanya disokong oleh tingginya harga komoditas seiring dengan naiknya tensi konflik Rusia-Ukraina yang masih berlanjut.
"Ada kenaikan harga-harga komoditas, dari sisi penerimaan negara akan naik. Dari sisi minyak dan gas, batubara, nikel, crude palm oil (cpo) itu memberikan daya tambah dari sisi penerimaan negara. Namun di sisi lain masyarakat akan merasakan rambatan dari inflasi global tersebut," katanya. (DDTCNews)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 6 April 2022