PMK 189/2020, DJP: Agar Penagihan Pajak Lebih Adil dan Tidak Eksesif
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Sesuai dengan ketentuan PMK 189/2020, tindakan penagihan dilakukan terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan secara berurutan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (14/12/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan PMK 189/2020 memerinci kriteria penanggung pajak atas wajib pajak badan. DJP akan melakukan penagihan terhadap penanggung pajak tersebut secara berurutan dan proporsional.

“Jadi ini dimaksudkan agar tindakan penagihan lebih memberikan kepastian hukum dan fair [adil] bagi wajib pajak serta tidak bersifat eksesif,” katanya.

Pasal 7 menegaskan pelaksanaan tindakan penagihan pajak terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan dilakukan terhadap wajib pajak badan bersangkutan dan pengurus. Untuk perincian pengurus dapat disimak pada artikel ‘Ini Perincian Pengurus yang Jadi Penanggung Pajak WP Badan’.

Selain mengenai penagihan pajak, ada pula bahasan terkait dengan survei yang digelar DJP untuk memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan elektronik kepada wajib pajak. Ada 2 survei yang digelar otoritas di penghujung tahun ini.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Urutan Bisa Tidak Berlaku

Berdasarkan pada PMK 189/2020, ada 7 kondisi yang membuat pelaksanaan tindakan penagihan pajak terhadap penanggung pajak atas wajib pajak badan tidak dilakukan secara berurutan. Pertama, objek sita tidak dapat ditemukan. Kedua, dilakukan tindakan penagihan seketika dan sekaligus.

Ketiga, utang pajak sebagai dasar penagihan pajak mendekati daluwarsa penagihan. Keempat, berdasarkan data dan informasi terdapat indikasi penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu.

Kelima, terdapat tanda-tanda badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk lainnya. Keenam, terdapat tanda-tanda kepailitan dan/atau dalam keadaan pailit. Ketujuh, penanggung pajak dapat meyakinkan pejabat dengan membuktikan kedudukannya tidak dapat dibebani utang pajak dan biaya penagihan pajak. (DDTCNews)

  • Juru Sita Pajak

Selain kepala kantor pelayanan pajak (KPP), PMK 189/2020 memberikan kewenangan kepada direktur pemeriksaan dan penagihan serta kepala kantor wilayah (Kanwil) DJP untuk mengangkat dan memberhentikan juru sita pajak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pemberian kewenangan pengangkatan dan pemberhentian juru sita pajak bertujuan untuk meningkatkan efektivitas serta efisiensi penagihan pajak.

“Memang nantinya di Kanwil dan Kantor Pusat akan ada juru sita juga. Mereka akan mendukung pelaksanaan tugas juru sita KPP, terutama jika objek sita tidak berada di wilayah KPP yang bersangkutan. Jadi ini untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensinya saja," ujarnya. (DDTCNews/Kontan)

  • Survei Layanan Elektronik DJP

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan terdapat 2 kegiatan survei yang dilakukan DJP pada akhir 2020. Kedua survei tersebut terdiri dari survei eksternal dan internal.

Untuk survei eksternal, DJP melibatkan 3.800 wajib pajak untuk mengetahui respons mereka terhadap layanan program click, call, dan counter (3C). Adapun survei internal ditujukan untuk account representative pengawasan dan konsultasi (Waskon) 1 dan pelaksana di seksi pelayanan. Simak artikel ‘DJP Gelar Dua Survei di Akhir Tahun ‘. (DDTCNews)

  • Penerimaan Cukai

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) 113/2020, pemerintah sudah memasukkan target penerimaan cukai plastik senilai Rp500 miliar pada tahun depan. Adapun penerimaan dari cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ditargetkan senilai Rp5,56 triliun.

Penerimaan dari cukai EA pada tahun depan ditargetkan senilai Rp155,9 miliar. Sementara target penerimaan cukai terbesar masih berasal dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok senilai Rp173,78 triliun. Simak pula artikel ‘PMK Masih Diharmonisasi, Kenaikan Cukai Rokok Berlaku Februari 2021’. (DDTCNews)

  • Kawasan Industri Hasil Tembakau

Menteri Keuangan Sri Mulyani berharap pemerintah daerah memanfaatkan dana bagi hasil (DBH) CHT yang diterimanya untuk membentuk kawasan industri hasil tembakau (KIHT) terpadu bersama dengan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).

Sri Mulyani mengatakan KIHT terpadu bisa menjadi wadah untuk menampung dan memberdayakan produsen rokok skala UMKM. Dia menyebut jumlah KIHT terpadu akan segera bertambah menjadi 9 titik, dari yang saat ini 2 titik.

"Pembentukan kawasan industri hasil tembakau atau KIHT tujuannya untuk memberikan lokasi bagi UMKM dan sekaligus untuk mengawasi peredaran rokok ilegal," katanya. (DDTCNews/Kontan)