JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) resmi meluncurkan Compliance Risk Management (CRM) Fungsi Penegakan Hukum dan CRM Fungsi Penilaian. Peluncuran 2 aplikasi terbaru tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (14/4/2022).
Keduanya merupakan alat indikator dalam menentukan prioritas wajib pajak yang akan dilakukan tindakan penegakan hukum dan kegiatan penilaian. Pengembangan CRM menjadi bagian dari reformasi fundamental sebagai prasyarat implementasi sistem adminsitrasi perpajakan yang modern.
“Dengan CRM, kita memiliki pengukuran dalam menetapkan prioritas dengan acuan yang teratur, terukur, sederhana, efisien, dan menghasilkan,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo.
CRM Fungsi Penegakan Hukum memberikan prioritas wajib pajak untuk dilakukan penegakan hukum yang mengacu pada tindak pidana perpajakan yang diatur dalam Pasal 37 hingga Pasal 42 Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Sementara itu, CRM Fungsi Penilaian memberikan peta kepatuhan wajib pajak berdasarkan pada kegiatan yang diatur pada Pasal 10 dan Pasal 18 UU Pajak Penghasilan (PPh) serta Pasal 16C UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Kegiatan penegakan hukum dan penilaian diharapkan menjadi lebih terukur, sistematis, dan objektif. Pasalnya, CRM juga sebagai terobosan dalam menjawab tantangan keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan waktu (early warning berdasarkan posisi risiko). Dengan demikian, kegiatan penegakan hukum dan penilaian dapat dilaksanakan dengan lebih tepat sasaran, fokus, dan optimal.
Selain mengenai peluncuran CRM Fungsi Penegakan Hukum dan CRM Fungsi Penilaian, ada pula bahasan terkait dengan pengenaan PPN aset kripto. Kemudian, masih ada ulasan tentang faktur pajak elektronik.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Coretax 2023
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan CRM akan mengisi ‘puzzle’ yang akan diletakkan dalam coretax pada 2023. Dia berharap seluruh SDM DJP dapat memahami manfaat diberikan aplikasi sehingga pada masa mendatang dapat terus melakukan penyempurnaan.
“Baseline sudah kita letakan, setelahnya kita perlu memperbaiki dan menjaganya,” ujar Suryo.
CRM Fungsi Penegakan Hukum dan CRM Fungsi Penilaian melengkapi aplikasi yang sudah diluncurkan sebelumnya. Aplikasi yang dimaksud seperti CRM Fungsi Pengawasan dan Pemeriksaan, CRM Fungsi Penagihan, CRM Fungsi Ekstensifikasi, CRM Transfer Pricing, dan CRM Edukasi Perpajakan.
Sebagai bagian dari data analytics DJP, CRM juga didukung business intelligence, yaitu Smartweb, Ability to Pay, Dashboard WP Madya, dan Smartboard. Semua produk ini merupakan wujud komitmen DJP untuk menjadi data driven organisation. (DDTCNews)
Pengembangan CRM
Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto menyampaikan kedua aplikasi CRM yang baru diluncurkan merupakan hasil collaborative effort banyak pihak yang bekerja sama dalam pengembangannya, termasuk direktorat teknis terkait sebagai business owner, pengembang aplikasi, dan unit vertikal sebagai pengguna.
Dalam pengembangannya, CRM dilakukan melalui tahapan dan best practice internasional OECD CRM Model. Kemudian, ada pula pemenuhan parameter penilaian kesehatan otoritas pajak se-dunia, Tax Administration Diagnostic Assessment Tools (TADAT).
“Uji Validasi telah dilakukan bersama bussiness owner dan unit vertikal untuk menjamin kualitas mesin CRM agar memenuhi kebutuhan user di lapangan,” katanya. (DDTCNews)
PPN Penyerahan Aset Kripto
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan aset kripto adalah komoditas dan bukan alat tukar maupun surat berharga. Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa aset kripto merupakan komoditas.
"Karena komoditas maka merupakan BKP tidak berwujud dan harus dikenai PPN juga," ujar Neilmaldrin.
Pada PMK 68/2022, PPN atas penyerahan cryptocurrency adalah sebesar 0,11%. Tarif ini berlaku bila penyerahan dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Bappebti. Bila penyerahan aset kripto dilakukan melalui exchanger yang tak terdaftar di Bappebti, tarif menjadi 0,22%. Simak ‘Pernyataan Resmi DJP: Kripto Merupakan Komoditas Maka Kena PPN’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
PPN Jasa Layanan Tekfin
Sesuai dengan PMK 69/2022, penyedia jasa penyelenggara teknologi finansial wajib memungut PPN sebesar 11% atas layanan yang diberikan mulai 1 Mei 2022. PPN yang dikenakan tersebut hanya atas biaya jasa dari pihak yang memfasilitasi transaksi.
"Artinya, pengenaan pajak bukan secara langsung terhadap nominal transaksi di layanan teknologi finansial (financial technology/fintech) tersebut," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Faktur Pajak
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 PER-03/PJ/2022, faktur penjualan yang diterbitkan oleh pengusaha kena pajak (PKP) termasuk dalam pengertian e-faktur sepanjang memenuhi 2 hal yang diatur dalam beleid tersebut.
Pertama, dicantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. Kedua, diunggah (di-upload) dengan menggunakan aplikasi e-faktur host-to-host dan memperoleh persetujuan dari DJP, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur. Simak pula ‘Ini Aturan Batas Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak di PER-03/PJ/2022’. (DDTCNews)
Pelantikan Pejabat Eselon II
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melantik 29 pejabat eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan. Sri Mulyani melantik 29 pejabat eselon II tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 124/KMK.01/UP.11/2022 dan KMK 125/KMK.01/UP/2022.
Dari 29 pejabat tersebut, sebanyak 17 pejabat berada di DJP. Simak perincian nama pejabat yang dilantik pada artikel ‘Sri Mulyani Lantik 29 Pejabat Eselon II, Mayoritas di Ditjen Pajak’. (DDTCNews)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 14 April 2022