Relaksasi Cicilan Kredit Hingga Insentif Pajak Jadi Fokus Netizen
BERITA PAJAK PEKAN INI

JAKARTA, Relaksasi cicilan kredit hingga setahun dan insentif pajak menjadi topik paling disorot publik dalam sepekan terakhir ini. Beleid mengenai insentif pajak itu pun akhirnya dirilis pada Kamis (26/3/2020).

Di tengah tekanan ekonomi akibat virus corona, Pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di antaranya kelonggaran membayar kredit hingga satu tahun.

“Baik kredit yang diberikan oleh perbankan maupun industri keuangan nonbank akan diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun dan penurunan bunga,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kelonggaran kredit juga akan diberikan kepada tukang ojek dan sopir taksi lantaran kedua profesi tersebut tengah kesulitan membayar angsuran karena sepi penumpang akibat virus corona atau Covid-19.

Selain relaksasi cicilan kredit, Pemerintah juga akhirnya merilis ketentuan pemberian insentif pajak. Beleid insentif pajak memang ditunggu-tunggu wajib pajak orang pribadi maupun korporasi atau badan.

Insentif pajak itu di antaranya berupa insentif berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah selama enam bulan. Dalam beleid tersebut juga menjelaskan kriteria penerima insentif, termasuk persyaratan lainnya. Berikut berita pilihan sepekan lainnya (23-27 Maret 2020):

– DJP Siapkan Video Tutorial Pengisian SPT
Tak bisa dimungkiri, masih banyak wajib pajak saat ini yang masih membutuhkan bimbingan langsung petugas pajak atau fiskus untuk bisa mengisi formulir SPT-nya, baik secara manual maupun digital. Hal ini membuat pelaporan SPT melambat.

Penghentian sementara layanan pajak secara tatap muka atau langsung dinilai menjadi salah satu faktor melambatnya realisasi pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak. Ditjen Pajak (DJP) lantas menyiapkan video tutorial pengisian SPT.

Sejalan dengan penutupan pelayanan perpajakan secara langsung, pelaporan SPT tahunan secara manual tercatat turun hingga 30,19%. Hal ini terlihat dari data per Jumat (20/3/2020) pukul 08.40 WIB.

– Agenda Pertemuan Bilateral Perihal Pajak Tertunda
Merebaknya virus corona atau Covid-19 berdampak pada sejumlah agenda pertemuan bilateral terkait pajak, termasuk negosiasi atau renegosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).

Berdasarkan catatan DDTCNews, otoritas fiskal memang berencana melakukan kajian ulang dan renegosiasi P3B untuk mengamankan kepentingan RI, terutama dari sisi hak pemajakan di tengah arus digitalisasi ekonomi.

Apalagi keberadaan P3B kerap disalahgunakan untuk treaty shopping. Saat ini, tercatat ada 67 P3B yang dimiliki Indonesia. Salah satu renegosiasi pembaruan P3B yang telah berhasil dilakukan Indonesia antara lain dengan Singapura.

– Pelonggaran Ketentuan Pajak dalam Pencegahan Penyebaran Covid-19
DJP merilis sejumlah pelonggaran kebijakan dalam masa pencegahan penyebaran Covid-19. Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-156/PJ/2020, terdapat empat kebijakan yang dilonggarkan untuk wajib pajak.

Pertama, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan SPT Tahunan dan pembayaran pajak bagi wajib pajak orang pribadi hingga 30 April 2020.

Kedua, pelaporan realisasi pengalihan dan investasi harta tambahan peserta amnesti pajak diperpanjang menjadi 30 April 2020.

Ketiga, wajib pajak dapat menyampaikan SPT masa PPh pemotongan/pemungutan untuk masa pajak Februari 2020 pada 21 Maret 2020 hingga 30 April 2020 tanpa dikenai sanksi administrasi keterlambatan.

Keempat, pengajuan upaya hukum tertentu yang memiliki batas waktu pengajuan antara 15 Maret hingga 30 April 2020 diberikan perpanjangan batas waktu sampai 31 Mei 2020.

– Beleid Baru Perihal Advance Pricing Agreement
Kemenkeu menerbitkan beleid baru terkait tata cara pelaksanaan kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement/APA). Peraturan Menteri Keuangan No.22/PMK.03/2020 ini terbit untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.

Pembaruan beleid diperlukan agar ketentuan terkait penentuan harga transfer sesuai dengan praktik internasional yang berlaku saat ini. Ujung dari kebijakan ini juga diharapkan mampu menekan angka sengketa terkait kegiatan transfer pricing.

Beleid yang diklaim dapat memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak ini juga memerinci mengatur mekanisme penentuan harga transfer, prosedur, jangka waktu, dan tindak lanjut permohonan pelaksanaan kesepakatan harga transfer.

– Ketentuan Baru Perihal VAT Refund
Mulai 26 Maret 2020, pelayanan pengembalian pajak pertambahan nilai (PPN) bagi turis asing atau VAT Refund tidak lagi dilakukan secara langsung atau tatap muka. Kebijakan ini diambil DJP dalam menyikapi penyebaran virus corona.

Ketentuan itu disampaikan Dirjen Pajak Suryo Utomo melalui Pengumuman No. PENG-43/PJ/2020 tentang Pengumuman Penyesuaian Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali PPN Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri.

Turis asing, masih dalam pengumuman tersebut, tetap dapat mengajukan permintaan kembali PPN atas pembelian barang bawaan melalui layanan elektronik yang disediakan oleh otoritas pajak.