Revisi UU KUP Mulai Dibahas Panja Minggu Depan
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Panitia kerja (Panja) RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) akan mulai bekerja mulai minggu depan. Topik mengenai revisi UU KUP menjadi salah satu bahasan  media nasional pada hari ini, Rabu (30/6/2021).

Anggota Komisi XI DPR Andreas Susetyo menyatakan pembahasan revisi UU KUP akan dilakukan Panja setelah pada awal pekan ini menteri keuangan serta menteri hukum dan HAM memberikan penjelasan awal. Simak beberapa bahasan mengenai revisi UU KUP di sini.

"Sekarang sudah bentuk panitia kerja dan minggu depan mulai bekerja," katanya.

Andreas mengatakan Panja RUU KUP akan mendalami dua dokumen yang dikirim pemerintah yaitu naskah akademik dan isi dari RUU KUP itu sendiri. Pembahasan juga akan mengundang berbagai pihak, terutama pelaku usaha.

Selain mengenai revisi UU KUP, ada pula bahasan terkait dengan terbitnya PMK 76/2021 yang memuat kenaikan threshold harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang dikenai tarif pungutan ekspor. Ada pula bahasan penyesuaian kerja pegawai Ditjen Pajak (DJP).

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Kesinambungan Fiskal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan reformasi perpajakan dilakukan melalui RUU KUP bertujuan agar kesinambungan fiskal dan kemandirian dapat terwujud. Menurutnya, basis perpajakan harus diperluas dan kepatuhan wajib pajak perlu ditingkatkan.

RUU KUP yang diusulkan pemerintah mencakup beberapa kebijakan yang terkait dengan KUP, pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), cukai, dan pajak karbon. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Fasilitas untuk UMKM

Melalui revisi UU KUP, pemerintah berencana mencabut fasilitas pengurangan tarif 50% yang selama ini ada dalam Pasal 31E dari UU PPh. Seperti diketahui, syarat wajib pajak badan dalam negeri ini memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar.

Menurut pemerintah, Pasal 31E UU PPh menimbulkan perbedaan perlakuan atas pengenaan tarif PPh badan normal dengan PPh final usaha mikro beromzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, yakni 0,5%. Kemudian, rata-rata belanja perpajakan insentif tersebut pada 2017—2019 mencapai Rp2,82 triliun. Simak ‘Ini Rencana Perubahan Kebijakan PPh dalam Revisi UU KUP’.  (Kontan/DDTCNews)

  • Pungutan CPO

Melalui PMK 76/202, Kementerian Keuangan resmi menetapkan kenaikan threshold harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO yang dikenai tarif pungutan ekspor.

Sesuai dengan lampiran PMK 76/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO US$670 per ton menjadi US$750 per ton. Selanjutnya, setiap kenaikan harga CPO sebesar US$50 per ton, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$20. Simak ‘PMK 76/2021 Terbit, Ini Skema Baru Pungutan Ekspor CPO’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • 90% WFH

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan pada prinsipnya DJP akan terus memberikan pelayanan sesuai dengan protokol kesehatan secara ketat untuk menekan laju penularan Covid-19.

"Apabila keadaan tidak memungkinkan untuk tatap muka maka akan kami alihkan sebagian atau seluruhnya melalui beberapa layanan online yang kami siapkan," ujar Neilmaldrin.

Untuk saat ini, lanjut Neilmaldrin, DJP telah menerapkan work from office (WFO) hanya kepada 10% pegawai. Dengan demikian, sebanyak 90% pegawai DJP bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Berdasarkan pada pengamatan DDTCNews, sejumlah kantor pajak menghentikan sementara pelayanan tatap muka. Beberapa kantor pajak di Jakarta menghentikan sementara pelayanan tatap muka mulai 28 atau 29 Juni 2021 hingga 1 atau 2 Juli 2020. Simak ‘90% Pegawai DJP WFH, Layanan Langsung Sebagian Kantor Pajak Dihentikan’. (DDTCNews)

  • NIK dan NPWP

DJP dan Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) menggelar audiensi terkait dengan pertukaran atau interoperabilitas data kedua instansi. Dalam laman resminya, DJP menyatakan interoperabilitas data sangat diperlukan DJP dan Ditjen Dukcapil untuk mewujudkan ekosistem data yang baik. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Otoritas pajak menyatakan peranan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) – yang menjadi kewenangan Ditjen Dukcapil – digunakan DJP dalam memvalidasi data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai identitas wajib pajak.

“Dan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menerapkan single identity number (SIN) atau nomor identitas tunggal, di mana NIK akan juga dipergunakan sebagai NPWP,” tulis DJP. Simak 'Nomor Identitas Tunggal, NIK Nantinya Juga Digunakan Sebagai NPWP'. (DDTCNews)

  • Data AEoI

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan data AEoI yang diterima pada 2018 berupa saldo rekening senilai Rp2.742 triliun (inbound) dan Rp3.574 triliun (domestik). Selain itu, penghasilan inbound senilai Rp683 triliun dalam bentuk dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lain.

Terhadap data yang tersebut, sambung Sri Mulyani, DJP melakukan proses yang sangat hati-hati. DJP melakukan penyandingan antara data saldo keuangan dengan harta setara kas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh orang pribadi.

Selain itu, DJP juga melakukan penyandingan antara EoI penghasilan (inbound) yang terdiri atas data penghasilan dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lainnya dengan data penghasilan luar negeri SPT Tahunan PPh orang pribadi. Simak ‘DJP Dapat Banyak Data Keuangan Lewat AEoI, Ini Kata Sri Mulyani’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Retribusi Daerah

Melalui RUU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pemerintah mengusulkan pemangkasan jumlah retribusi daerah. Retribusi akan dikurangi dari yang berlaku saat ini sebanyak 32 jenis menjadi 18 jenis saja.

Adapun 18 jenis retribusi tersebut akan terbagi dalam 3 kelompok yakni retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. Sri Mulyani mengatakan perubahan struktur PDRD akan dilakukan secara rasional dengan tetap memperhatikan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas PDRD.

"Kita berharap RUU ini akan menurunkan administrative dan compliance cost agar wajib pajak untuk patuh tidak perlu mengeluarkan biaya dan effort yang tinggi," ujar Sri Mulyani. (DDTCNews/Kontan)