JAKARTA, Aspek pengawasan terhadap wajib pajak menjadi salah satu fokus utama pemerintah. Guna meningkatkan pengawasan ini, pemerintah pusat menggandeng pemerintah daerah untuk menjalankan sistem pengawasan bersama.
Topik tentang pengawasan pajak ini cukup ramai diperbincangkan netizen dalam satu pekan terakhir.
Pekan ini Ditjen Pajak (DJP) menandatangani perjanjian kerja sama dengan Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) dan 86 pemerintah daerah (pemda). Tujuannya, mengoptimalkan pemungutan pajak pusat dan daerah melalui pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama.
Kerja sama ini makin mengukuhkan kekuatan pemerintah dalam menjalankan sistem pengawasan terhadap wajib pajak. Sejak 2019, sudah ada 152 pemda yang masuk dalam kerja sama ini dengan total 6.745 wajib pajak yang menjadi sasaran pengawasan bersama.
Ribuan wajib pajak tersebut masuk dalam Daftar Sasaran Pengawasan Bersama (DSPB) dengan 152 pemda. Sebagai tindak lanjutnya, Menteri Keuangan memberikan akses bagi pemda untuk membuka data perpajakan milik wajib pajak yang masuk dalam DSPB.
Dari sisi lapangan usahanya, wajib pajak yang masuk dalam Daftar Sasaran Pengawasan Bersama didominasi oleh pelaku usaha bidang akomodasi, makanan, dan minumen dengan porsi 54%. DSPB juga diisi oleh pelaku usaha jasa lainnya sebanyak 19%; perdagangan besar dan eceran 14%; real estate dan konstruksi 4%; kemudian wajib pajak sektor kebudayaan, hiburan, dan rekreasi 3%. Sisanya, sektor lain-lain sebanyak 6%.
Sebagai tindak lanjut atas kerja sama ini, pemerintah juga mengadakan bimbingan teknis pengawasan dan pemeriksaan kepada 18 pemda, serta diklat penagihan terkait juru sita bagi aparatur dari 21 pemda yang diselenggarakan DJPK. Artikel lengkapnya, baca Ribuan Wajib Pajak Sudah Masuk Daftar Sasaran Pengawasan Bersama.
Masih soal pengawasan, DJP kembali memperpanjang periode pelaksanaan uji coba fleksibiltas kompetensi kegiatan pengawasan dan pemeriksaan. Melalui uji coba ini pengawasan terhadap wajib pajak dilakukan oleh tim yang terdiri dari fungsional pemeriksa pajak sebagai ketua tim dan account representative (AR) sebagai anggota.
Uji coba yang meleburkan kegiatan pengawasan dan pemeriksaan ini dilakukan di 14 kantor pelayanan pajak (KPP) di Jakarta sejak 7 Februari 2022. Dirjen Pajak Suryo Utomo menyampaikan uji coba ini dilakukan mengingat pengawasan dan pemeriksaan memiliki kemiripan kerja. Namun, pemeriksa biasanya memiliki jam terbang yang lebih tinggi. Uji coba ini diharapkan meningkatkan efektivitas pengawasan.
Hasil uji coba ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi DJP dalam pembentukan jabatan fungsional ke depan. Bukan tidak mungkin, fungsi pengawasan dan pemeriksaan bakal dilebur dalam suatu jabatan fungsional tertentu. Artikel lengkapnya, baca Ditjen Pajak Perpanjang Uji Coba Peleburan Pemeriksaan dan Pengawasan.
Selain 2 artikel di atas, masih ada sejumlah topik yang cukup banyak menarik perhatian pembaca. Berikut adalah 5 artikel DDTCNews terpopuler lainnya yang sayang untuk dilewatkan:
1. Integrasikan 9 CRM, DJP: Profiling Wajib Pajak Jadi lebih Komprehensif
DJP menyatakan masih melangsungkan proses integrasi 9 jenis compliance risk management (CRM) pada bulan ini.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan integrasi 9 jenis CRM akan mendukung profiling wajib pajak secara lebih komprehensif dibandingkan dengan kondisi saat ini.
"[Integrasi 9 CRM] memberikan gambaran risiko kepatuhan berdasarkan 4 pilar kepatuhan umum (pendaftaran, pelaporan, pembayaran, dan kebenaran pelaporan) yang bersifat descriptive, predictive, dan prescriptive," katanya.
Dengan integrasi CRM tersebut, lanjut Neilmaldrin, DJP berharap pelayanan dan tindak lanjut yang diberikan otoritas kepada wajib pajak lebih tepat sesuai dengan profil risiko dari tiap-tiap wajib pajak.
2. Ramai Isu Peretasan, DJP Pastikan Sistem Keamanan Dipasang Berlapis
Isu tentang keamanan digital menjadi perhatian bagi banyak pihak akhir-akhir ini, menyusul adanya serangan siber oleh peretas terhadap data intelijen. Merespons hal ini, DJP menyatakan telah memiliki sistem keamanan yang memadai untuk mencegah terjadinya kebocoran data.
Neilmaldrin Noor mengatakan DJP telah memasang keamanan data secara berlapis. Apalagi, pemerintah juga tengah memproses integrasi NIK sebagai NPWP wajib pajak orang pribadi.
"DJP selalu memasang keamanan data berlapis dan kami pastikan tak ada data yang bocor," katanya.
3. Ditjen Pajak Sebut PKP Ini Sudah Wajib Lapor Pakai SPT Masa PPN 1111
DJP memberi informasi mengenai kewajiban penggunaan SPT Masa PPN 1111 bagi pengusaha kena pajak (PKP) penjual kendaraan bermotor bekas serta PKP dengan omzet sampai dengan Rp1,8 miliar.
Dalam sebuah video yang diunggah di Youtube, DJP menyatakan ketentuan tersebut sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) klaster pajak pertambahan nilai (PPN). Ketentuan berlaku mulai 1 April 2022.
“PKP pedagang kendaraan bermotor bekas dan PKP dengan omzet sampai dengan Rp1,8 miliar yang semula melaporkan PPN yang dipungut dengan SPT Masa PPN 1111 DM menjadi beralih menggunakan SPT Masa PPN 1111,” demikian informasi dari DJP dalam video tersebut.
4. Pajak Karbon Mundur Terus, Sri Mulyani: Rencana Ini Perlu Dikalibrasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah masih butuh waktu untuk mematangkan rencana implementasi pajak karbon.
Sri Mulyani mengatakan kebijakan pajak karbon telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun, implementasinya harus dilakukan secara hati-hati, terutama di tengah ancaman krisis pangan dan energi global.
"Rencana ini perlu terus dikalibrasi mengingat masih rentan dan rapuhnya pemulihan ekonomi kita, terutama akibat pandemi dan sekarang dilanda krisis pangan dan energi," katanya.
5. Target Penerimaan Perpajakan 2023 Dipasang Moderat, Begini Kata BKF
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu menilai pemulihan ekonomi pada 2023 akan berdampak positif terhadap pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan.
Kepala Bagian Informasi dan Komunikasi Publik BKF Endang Larasati mengatakan pemerintah dan DPR sepakat menargetkan penerimaan perpajakan 2023 senilai Rp2.021,2 triliun. Angka ini tumbuh 5,0% dari outlook APBN 2022. Menurutnya, target tersebut tergolong moderat karena memperhatikan dinamika ekonomi nasional dan global pada 2023.
"Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan akan tumbuh relatif moderat yang utamanya didorong oleh aktivitas ekonomi yang semakin meningkat, keberlanjutan reformasi perpajakan, implementasi UU HPP, serta penegakan hukum," katanya dalam keterangan tertulis.
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 17 September 2022