Sanksi Denda Telat Lapor SPT Tahunan Jadi Topik Terpopuler
BERITA PAJAK PEKAN INI

JAKARTA, Informasi terkait dengan sanksi denda bagi wajib pajak (WP) yang telat melaporkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan menjadi topik terpopuler sepanjang pekan ini, 18-22 Januari 2021

Sesuai ketentuan, batas akhir penyampaian SPT tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Untuk SPT tahunan wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Artinya, tenggat ada pada akhir Maret dan April.

Untuk WP orang pribadi, denda keterlambatan SPT tahunan dipatok Rp100.000, sedangkan WP badan senilai Rp1 juta. Selebihnya, ada SPT masa PPN dan SPT masa lainnya yang masing-masing memuat denda Rp500.000 dan Rp100.000 jika terlambat disampaikan.

Namun, pengenaan sanksi administrasi berupa denda tidak akan dilakukan terhadap 8 kelompok wajib pajak. Pertama, wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia. Kedua, wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

Ketiga, wajib pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia. Keempat, wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai ketentuan yang berlaku.

Kelima, bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia. Keenam, bendahara yang tak melakukan pembayaran lagi. Ketujuh, wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan peraturan menteri keuangan.

Kedelapan, wajib pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. Berikut berita pajak pilihan lainnya sepanjang pekan ini, 18-22 Januari 2021.

Tak Penuhi Syarat Investasi, WP OP Setor Sendiri PPh Dividen
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri diwajibkan untuk menyetor sendiri pajak penghasilan (PPh) yang terutang atas dividen jika tidak memenuhi ketentuan syarat investasi.

Dalam Pasal 4 Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, pemerintah menambahkan satu pasal baru pada PP 94/2010, yakni Pasal 2A.

Dalam pasal tersebut, wajib pajak orang pribadi dalam negeri wajib menyetorkan PPh terutangnya sendiri bila wajib pajak tersebut tidak memenuhi ketentuan investasi untuk mengecualikan dividen dari objek pajak dalam UU PPh yang telah diubah melalui UU Cipta Kerja.

“Dalam hal wajib pajak orang pribadi dalam negeri tidak memenuhi ketentuan investasi …, atas dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri terutang PPh pada saat dividen diterima atau diperoleh,” bunyi Pasal 2A ayat 6.

RPP Turunan UU Cipta Kerja, Ketentuan Penerbitan SKPKB Diubah
Pemerintah akan mengubah ketentuan mengenai penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).

Perubahan itu masuk dalam RPP Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha yang menjadi calon aturan turunan UU Cipta Kerja. Dalam RPP itu dimuat perubahan atas PP 74/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Perubahan ketentuan tentang penerbitan SKPKB itu merupakan implikasi dihapusnya ketentuan penerbitan ketetapan pajak terhadap pidana pajak yang telah diputus. Ketentuan dalam Pasal 13 ayat (5) UU KUP itu telah dihapus melalui UU Cipta Kerja.

Hal tersebut berdampak pada perubahan pada Pasal 14 PP 74/2011 melalui RPP Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha. Tidak ada lagi penerbitan SKPKB melewati jangka waktu 5 tahun setelah berakhirnya masa/bagian tahun/tahun pajak.

Soal Insentif Pajak untuk WP Terdampak Pandemi Covid-19, Ini Kata DJP
Pemerintah baru memperpanjang masa pemberlakuan insentif pajak yang berhubungan langsung dengan penanganan pandemi Covid-19. Hingga saat ini, belum ada keputusan mengenai pemberian insentif yang berkaitan dengan wajib pajak terdampak pandemi seperti tahun lalu.

Kasubdit Humas Perpajakan DJP Ani Natalia mengatakan pemerintah tidak otomatis memperpanjang masa pemberlakuan seluruh insentif yang diberikan tahun lalu. Pada awal 2021, insentif difokuskan untuk kegiatan yang berhubungan langsung dengan penanganan pandemi Covid-19.

“Terkait insentif pajak di masa pandemi, memang baru satu yang kami lihat, yakni terkait barang dan jasa yang diperlukan dalam penanganan Covid-19,” katanya, Selasa (19/1/2021).

Perpanjangan waktu insentif terkait dengan barang dan jasa yang diperlukan dalam penanganan pandemi itu diatur dalam PMK 239/2020.

11 Asosiasi Pengusaha Minta Threshold Omzet PPh Final Dinaikkan
Sejumlah asosiasi pengusaha meminta ambang batas atau threshold omzet tahunan untuk pengenaan PPh Final UMKM ditingkatkan, bukan diturunkan sebagaimana tertuang dalam rencana peraturan pemerintah (RPP).

Permintaan tersebut datang dari Asosiasi Usaha Kecil Menengah Indonesia (Akumindo), Jaringan Usaha Independen Indonesia (Jusindo), Himpunan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Indonesia (Hipmikindo), dan 8 asosiasi lainnya.

Menurut asosiasi, ambang batas baru yang tertuang dalam RPP bertolak belakang dengan tujuan UU Cipta Kerja yaitu memberikan kemudahan bagi usaha mikro dan kecil. Untuk itu, ambang batas ada baiknya dinaikkan dari saat ini senilai Rp4,8 miliar.

Beri Sumbangan untuk Korban Bencana, WP Bisa Dapat Fasilitas Pajak
Ditjen Pajak menyatakan wajib pajak yang memberikan sumbangan untuk penanggulangan bencana yang terjadi di beberapa daerah dalam beberapa pekan terakhir bisa memanfaatkan fasilitas pajak.

Fasilitas pajak yang dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 93/2010. Berdasarkan PP tersebut, sumbangan untuk penanggulangan bencana nasional dapat dikurangkan dari penghasilan bruto wajib pajak.

“Untuk [sumbangan selain Covid-19] tetap mengacu kepada PP 93/2010. Sementara itu, PP 29/2020 hanya berlaku dalam konteks penanganan pandemi Covid-19,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama.