JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) akan menjalankan langkah persuasif terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan. Langkah yang akan diterapkan dalam rangkaian pengujian kepatuhan wajib pajak tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (12/6/2020).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan jika terdapat indikasti ketidakpatuhan dari wajib pajak, termasuk dalam pelaporan SPT, otoritas akan melakukan pembinaan dan pengawasan melalui imbauan pembetulan SPT dan konseling.
“Akan dilanjutkan pemeriksaan apabila langkah-langkah persuasif tersebut tidak direspons wajib pajak dengan baik,” ujarnya. Simak pula kamus pajak ‘Mau Tahu Perbedaan Penelitian dan Pemeriksaan Pajak? Simak di Sini’.
Dalam tahap awal, DJP akan melakukan penelitian SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 mulai 1 Juli 2020. Penelitian dilakukan setelah deadline pelaporan kelengkapan dokumen bagi wajib pajak yang memanfaatkan relaksasi pelaporan SPT. Simak artikel ‘Mulai 1 Juli 2020, DJP Lakukan Penelitian Kelengkapan SPT Tahunan 2019’.
Selain terkait pengujian kepatuhan wajib pajak, ada pula media nasional yang menyoroti laporan yang harus dilaporkan oleh pemungut PPN produk digital kepada DJP. Selain laporan yang wajib dikirim secara triwulanan, Dirjen Pajak juga bisa meminta laporan untuk periode satu tahun kalender.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Ihsan Priyawibawa mengatakan setiap awal tahun, kepala kantor pelayanan pajak (KPP) sudah mulai menyusun peta kepatuhan wajib pajak – menjadi daftar sasaran prioritas – berdasarkan data internal, eksternal, dan fakta lapangan.
“Daftar ini yang menjadi bahan bahasan komite perencanaan pemeriksaan untuk memastikan bahwa kualitas pemeriksaan baik rutin maupun khusus tetap terjaga baik. Proses selanjutnya adalah penerbitan instruksi atau penugasan pemeriksaan,” ujarnya. (Kontan)
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan administrasi pajak sudah terdigitalisasi ke beberapa aspek, seperti pelaporan lewat e-Filing, e-Faktur, e-Billing, dan sosialisasi via media sosial. Digitalisasi ini seharusnya bisa membantu otoritas dalam menggali kebenaran kepatuhan, terutama materiel.
Hal tersebut perlu dioptimalkan meskipun saat ini masih ada pandemi Covid-19. Menurut dia, sistem administrasi sekarang sudah jauh berbeda dengan kondisi pada saat krisis 1998 atau 2008 berlangsung.
“Pada kedua krisis sebelumnya, sistem administrasi pajak kita belum sebaik saat ini. Baik dari sisi jumlah pegawai, teknologi informasi, hingga data dan profiling wajib pajak,” tutur Darussalam. (Kontan)
Sesuai PMK 48/2020, Dirjen Pajak dapat meminta pemungut PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) untuk menyampaikan laporan rincian transaksi PPN yang dipungut atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam daerah pabean.
Salah satu yang dimuat dalam laporan perincian transaksi itu adalah nama dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pembeli barang dan/atau penerima jasa. Perincian ini harus diberikan jika bukti pungut PPN mencantumkan NPWP tersebut. Simak artikel ‘Dirjen Pajak Bisa Minta Data NPWP Pembeli Produk Digital Luar Negeri’. (DDTCNews)
Jumlah pemohon fasilitas PPh final ditanggung pemerintah (DTP) hingga saat ini baru mencapai 200.000 wajib pajak UMKM. Jumlah tersebut terbilang kecil mengingat UMKM yang terdaftar dalam sistem administrasi DJP sebanyak 2,3 juta UMKM.
Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan DJP Ani Natalia Pinem mengatakan rendahnya jumlah pemohon insentif tersebut salah satunya dikarenakan saat ini terdapat beberapa kendala dari wajib pajak untuk memanfaatkan fasilitas. Simak artikel ‘DJP Sebut Pemohon Insentif PPh Final DTP Baru 200.000 UMKM’. (DDTCNews)
Pemerintah berencana menambah pemberian fasilitas PPN dibebaskan atas biaya sambung dan biaya beban penyerahan air bersih. Rencana pemerintah ini terungkap dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 4 Tahun 2020 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2020.
Dalam beleid itu, ada rencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 2015 tentang Penyerahan Air Bersih yang Dibebaskan dari Pegenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pokok materi revisi PP itu adalah penambahan pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai dibebaskan atas biaya sambung dan biaya beban. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) telah memberikan relaksasi penundaan pelunasan cukai rokok senilai Rp18,1 triliun sampai dengan pekan pertama Juni 2020 ini. Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan relaksasi tersebut diberikan kepada 82 produsen rokok dari semua golongan, baik golongan I, golongan II, maupun golongan III.
"Sudah ada 88 pabrik yang mendapat manfaat fasilitas penundaan pembayaran dari 60 hari menjadi 90 hari. Tapi hanya enam pabrik yang belum mengajukan dokumen CK-1," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah berencana memberi relaksasi penundaan pembayaran cukai untuk minuman beralkohol golongan A seperti bir dan minuman sejenisnya. Pasalnya, industri ini menjadi salah satu yang terdampak pandemi Covid-19.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pembayaran cukai golongan A dibayarkan secara berkala. Sementara itu, sesuai ketentuan perundang-undangan, bisa dilakukan relaksasi tapi hanya 10 hari.
"Kalau 10 hari kan tidak berpengaruh. Ini yang sedang kami diskusikan dengan pelaku usaha,” tuturnya. (Bisnis Indonesia)