JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) menyebut ketentuan mengenai pencantuman Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam faktur pajak diperlukan untuk menciptakan keadilan di antara pelaku usaha. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (26/8/2022).
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pencantuman NIK dalam faktur pajak telah diatur dalam PP 9/2021 yang menjadi aturan pelaksana UU Cipta Kerja. Faktur pajak harus mencantumkan keterangan, termasuk Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau NIK.
“Pencantuman NIK bagi pembeli yang orang pribadi ini adalah suatu upaya kita untuk meningkatkan keadilan, menciptakan iklim berusaha yang semakin baik," katanya dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan.
Yoga menuturkan seluruh substansi dalam UU Cipta Kerja dimaksudkan untuk mendorong investasi. Dengan mewajibkan pencantuman NIK dalam faktur pajak, pemerintah akan memberikan perlakuan adil bagi wajib pajak yang selama ini telah patuh.
Selain mengenai pencantuman NIK dalam faktur pajak, ada pula bahasan terkait dengan perkembangan penyusunan aturan turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang memuat fasilitas PPN.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
NIK dalam Faktur Pajak
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan selama ini masih terdapat pelaku usaha yang tidak patuh dengan menolak memberikan NPWP untuk dimasukkan dalam faktur pajak. Untuk itu, PP 9/2021 memberikan kemudahan dengan mencantumkan NIK dalam faktur pajak bagi subjek pajak orang pribadi.
"NIK itu ditaruh di faktur pajak yang Bapak-Ibu terbitkan. Ini tujuannya supaya kami di DJP memiliki data siapa sih pembeli dari Bapak-Ibu," ujarnya.
PP 9/2021 menyebut faktur pajak harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP, yang paling sedikit memuat identitas pembeli BKP atau penerima JKP. Identitas itu meliputi nama, alamat, NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi.
Pemerintah juga menetapkan NIK yang dicantumkan pada faktur pajak memiliki kedudukan yang setara dengan NPWP, baik dalam hal pembuatan faktur pajak maupun pengkreditan pajak masukan. (DDTCNews)
PP Fasilitas PPN
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan saat ini pemerintah tengah menyiapkan PP mengenai fasilitas PPN. Dia pun memperkirakan PP itu segera ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan diundangkan dalam waktu dekat.
"PP-nya dalam proses, mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah bisa ditetapkan oleh Pak Presiden, dan itu nanti konstruksinya adalah kita mengakomodir dari sejak 1 April di mana UU HPP itu berlaku," katanya. (DDTCNews)
Barang Kena Cukai Baru
Pemerintah kembali merencanakan penambahan atau ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) pada 2023. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan ekstensifikasi barang kena cukai akan dilakukan cermat dengan tetap memperhatikan kondisi perekonomian nasional. Menurutnya, pemerintah akan mengkaji berbagai aspek sebelum mengimplementasikan barang kena cukai baru.
"Nanti kita review. Semua kami lihat lengkap, tetapi ini bisa kami siapkan," katanya. (DDTCNews)
Penurunan Sanksi
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan pemerintah dan DPR melalui UU Cipta Kerja mengatur penurunan sanksi bagi wajib pajak yang ingin membetulkan kesalahannya secara mandiri. Menurutnya, ketentuan itu telah membuat wajib pajak langsung mengakui kesalahan dan membayar denda agar tidak diperiksa fiskus.
"Dengan menurunkan sanksi pidananya ketika mau mengajukan penghentian penyidikan, ini yang kami katakan mendorong kepatuhan sukarela dari para wajib pajak," katanya. (DDTCNews)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 26 Agustus 2022