Sri Mulyani Minta DJP Antisipasi Rencana NIK Sebagai NPWP
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Rencana penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) wajib pajak orang pribadi dinilai menjadi wujud reformasi administrasi. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (6/10/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan implementasi dari klausul yang termuat dalam RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tersebut harus diantisipasi Ditjen Pajak (DJP). Antisipasi yang perlu dilakukan terutama dari aspek teknologi.

"Transformasi perpajakan dan reformasi administrasi termasuk menjalankan RUU HPP yang tengah dan sedang dalam proses untuk diselesaikan, termasuk di dalamnya mengantisipasi perubahan penggunaan NIK sebagai NPWP," katanya.

Dalam ketentuan penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi, nantinya, menteri dalam negeri memberikan data kependudukan kepada menteri keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.

Selain mengenai rencana penggunaan NIK sebagai NPWP orang pribadi, masih ada pula bahasan terkait dengan rencana perubahan lapisan tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi dan respons DJP terhadap munculnya Pandora Papers.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Masa Transisi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar DJP memastikan ketersediaan dukungan teknologi informasi sehingga tercipta pemusatan data yang terpercaya. Dengan demikian, implementasi ketentuan ini bisa efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Apalagi, DJP tengah menyelesaikan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau core tax. Sri Mulyani meminta DJP dapat mengharmonisasikan proses bisnis perpajakan saat ini yang berjalan dengan rencana PSIAP.

“Jangan sampai di dalam masa transisi terjadi gejolak baik dari sisi teknis maupun dari sisi organisasi,” imbuh Sri Mulyani. (DDTCNews/Kontan)

Lapisan Tarif PPh Orang Pribadi

Pemerintah dan Komisi XI DPR menyepakati adanya perubahan lapisan atau bracket tarif PPh orang pribadi dalam RUU HPP. Pertama, 5% untuk lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp60 juta per tahun (saat ini Rp50 juta).

“Hal tersebut untuk lebih memenuhi aspek keberpihakan dan pembagian kontribusi pajak," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P.

Kedua, 15% untuk PKP senilai Rp60 juta—Rp250 juta (saat ini Rp50 juta—Rp250 juta), ketiga, 25% untuk PKP di atas Rp250 juta—Rp500 juta (tetap). Keempat, 30% untuk PKP di atas Rp500 juta-Rp5 miliar (saat ini hanya di atas Rp500 juta). Kelima, 35% untuk PKP di atas Rp5 miliar (saat ini tidak ada). (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Komposisi Penghasilan dan Kepatuhan Pajak

Rencana Kenaikan tarif PPh orang pribadi menjadi 35% untuk kelompok penghasilan kena pajak lebih dari Rp5 miliar dinilai merupakan langkah awal dalam upaya optimalisasi penerimaan. Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan tetap perlu ada langkah lanjutan dari otoritas.

Bawono menjelaskan terdapat 2 aspek penting yang perlu jadi perhatian pemerintah apabila sudah menetapkan tarif PPh sebesar 35% untuk lapisan penghasilan kena pajak lebih dari Rp5 miliar. Pertama, melihat aspek komposisi penghasilan wajib pajak orang kaya.

Kedua, menyelisik lebih jauh tentang kepatuhan pajak orang kaya. Simak ‘Tarif PPh Orang Kaya Naik, Otoritas Perlu Telisik Dua Aspek Ini’. (DDTCNews)

Pasal 31E UU PPh Dipertahankan

Pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak menghapus insentif UMKM pada Pasal 31E UU PPh melalui RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mengatakan insentif tersebut masih diperlukan untuk membantu UMKM bertahan di tengah pandemi Covid-19.

"Kami menolak usulan penghapusan insentif tersebut karena sektor UMKM perlu mendapatkan dukungan afirmasi untuk dapat bertahan dari dampak pandemi dan terus mampu menopang perekonomian kita," ujar Puteri. (DDTCNews)

Antipenghindaran Pajak

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan berpendapat penghindaran pajak lintas yurisdiksi merupakan salah satu isu global yang selama satu dekade terakhir menjadi agenda pajak, baik dalam lingkup tiap negara maupun koordinasi antarnegara.

Dalam skala global, kerja sama telah dilakukan melalui proyek base erosion and profit shifting (BEPS) yang diinisiasi oleh OECD dan G20. Tujuannya untuk memerangi penghindaran pajak melalui koordinasi serta panduan ketentuan antipenghindaran pajak yang bisa diterima secara internasional.

“Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang aktif dalam memerangi penghindaran pajak, semisal melalui ketentuan transfer pricing, anti-treaty abuse, dan lainnya,” kata Bawono. (Kontan)

Pandora Papers

DJP membuka ruang untuk menyelisik dokumen Pandora Papers. Data yang dirilis dalam laporan jurnalisme investigasi itu akan dipakai untuk mendukung pengawasan kepatuhan wajib pajak dalam negeri.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas memang diperbolehkan menggunakan data eksternal demi mendukung proses bisnis pengawasan terhadap wajib pajak. Hal tersebut berlaku juga untuk data yang tersaji dalam Pandora Papers.

"Prinsipnya DJP terbuka terhadap semua informasi dan masukan dan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku," katanya. (DDTCNews)

Keabsahan Meterai

DJP memiliki kewenangan untuk menentukan keabsahan meterai apabila diperlukan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan 134/2021.

Merujuk pada Pasal 17 ayat (2) PMK 134/2021, penentuan keabsahan meterai dilakukan DJP berdasarkan pada permintaan penentuan keabsahan meterai dari pihak yang terutang bea meterai ataupun dari pihak lain.

"Permintaan penentuan keabsahan meterai ... harus dilampiri dengan meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya," bunyi Pasal 17 ayat (3) PMK 134/2021. (DDTCNews)

Fungsional Pemeriksa Pajak dan Penilai Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta para pejabat fungsional pemeriksa pajak dan penilai pajak untuk terus memberikan keyakinan mengenai kepastian hukum kepada wajib pajak.

Sri Mulyani menyebut pejabat fungsional pemeriksa pajak dan penilai pajak sebagai ujung tombak dari DJP dalam pengumpulan pajak. Menurutnya, upaya pengumpulan penerimaan pajak juga semakin menantang karena pandemi Covid-19.

"Perlu untuk terus menjaga dan mencari keseimbangan agar kita tetap menjalankan dan berinteraksi dengan wajib pajak dengan baik," ujarnya. (DDTCNews)