Sri Mulyani: Pemerintah Tidak Kenakan Pajak Sembako Pasar Tradisional
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional. Pernyataan tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (15/6/2021).

Melalui sebuah unggahan di Instagram, Sri Mulyani mengaku bertemu dengan salah satu pedagang salah satu pasar di Kebayoran yang khawatir setelah membaca berita tentang pajak sembako. Pedagang tersebut mengaku khawatir pengenaan pajak akan menaikkan harga jual.

“Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang dijual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum,” ujar Sri Mulyani.

Dia mengatakan pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, tetapi disusun untuk melaksanakan asas keadilan. Dia memberi contoh beras petani seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi yang merupakan bahan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN).

“Namun, beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki, yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak,” tegas Sri Mulyani.

Selain mengenai rencana perubahan kebijakan PPN, ada pula bahasan tentang pengesahan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura. Ada pula bahasan terkait dengan terbitnya petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Asas Keadilan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memberi contoh daging sapi premium yang harganya 1-15 kali lipat dari harga daging sapi biasa seharusnya mendapat perlakuan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak.

“Itu asas keadilan dalam perpajakan, di mana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi,” katanya. (DDTCNews)

  • Lebih Tepat Sasaran

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan pemerintah akan membedakan perlakuan pajak antara barang kebutuhan pokok yang dikonsumsi masyarakat secara umum dan barang yang bersifat premium.

Perubahan kebijakan ini bertujuan agar pemberian fasilitas PPN lebih tepat sasaran. Pasalnya, saat ini, semua barang kebutuhan pokok yang tercantum dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b dikecualikan dari PPN tanpa memperhatikan konsumennya. Simak pula ‘Pengurangan Pengecualian PPN Tidak Langsung Naikkan Harga Barang’.  (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • P3B Indonesia dan Singapura

Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) antara Indonesia dan Singapura. Pengesahan ditandai dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) 35/2021 yang telah ditetapkan dan diundangkan pada 11 Mei 2021.

“Pemerintah RI dan Pemerintah Singapura telah menyepakati persetujuan baru di bidang perpajakan untuk mengeliminasi pajak berganda sehubungan dengan pajak-pajak atas penghasilan dan pencegahan pengelakan dan penghindaran pajak," bunyi bagian pertimbangan Perpres 35/2021.

Adapun Pemerintah Indonesia dan Singapura telah mencapai kesepakatan dalam negosiasi untuk memperbarui perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty pada Selasa, 4 Februari 2020. Simak pula ‘Resmi Diperbarui, Presiden Jokowi Sahkan P3B Indonesia dan Singapura’. (DDTCNews)

  • Penyuluh Pajak

Pemerintah menerbitkan peraturan mengenai petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pajak. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 58/2021. Pemerintah mengatakan telah dibentuk jabatan fungsional penyuluh pajak berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 49/2020.

“Berkenaan dengan pembinaan profesi dan karier jabatan fungsional penyuluh pajak …, perlu ditetapkan petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh pajak oleh pimpinan instansi pembina jabatan fungsional penyuluh pajak,” demikian salah satu pertimbangan dalam PMK 58/2021. (DDTCNews)

  • Email Blast

DJP telah mengirimkan informasi mengenai PPN sembako dan jasa pendidikan kepada jutaan wajib pajak melalui surat elektronik (email).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan kantor pusat DJP menargetkan 13 juta wajib pajak akan mendapatkan surat elektronik yang berisi penjelasan salah satu isu dalam rancangan revisi UU KUP tersebut. Pengiriman akan dilakukan secara bertahap.

“Ini masih menunggu angka tersebut [13 juta wajib pajak], ongoing process," katanya. Simak pula ‘Begini Rencana DJP dalam Memungut PPN Jasa Pendidikan’. (DDTCNews)