Sudah Ada Data yang Dimiliki DJP, Pajak Tidak Dapat Dihindari
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Seiring dengan banyaknya data dan informasi yang didapatkan, Ditjen Pajak (DJP) meminta wajib pajak untuk patuh secara sukarela. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (10/12/2020).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan data yang didapat dari lembaga keuangan menjadi salah satu modal kuat otoritas untuk secara selektif memastikan kewajiban perpajakan sudah dilakukan secara benar. Dengan demikian, wajib pajak juga diimbau untuk patuh.

“Pajak itu sudah tidak dapat dihindari karena sekarang sudah ada data,” katanya.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kepatuhan sukarela, pemerintah juga telah mengubah skema pengenaan sanksi administrasi dengan basis suku bunga acuan. Simak artikel ‘Faktor Ini Bikin Sanksi Administrasi Pajak Dorong Kepatuhan Sukarela’.

Selain mengenai pengawasan yang dilakukan DJP dengan data dan informasi, masih ada pula bahasan terkait dengan RUU Pelaporan Keuangan. Selain menciptakan standardisasi dalam pelaporan keuangan, RUU tersebut juga berpotensi meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Sistem Administrasi Perpajakan

Dengan adanya data dan informasi yang diterima DJP, Dirjen Pajak Suryo Utomo mengaku akan menelusuri setiap potensi ketidakpatuhan sambil meningkatkan jumlah aktivitas ekonomi yang masuk dalam sistem administrasi perpajakan.

“Kami hendak bawa aktivitas ekonomi masuk ke dalam sistem,” katanya. (DDTCNews)

  • Standardisasi Laporan Keuangan

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nurfransa Wira Sakti mengatakan RUU Pelaporan Keuangan bertujuan untuk menciptakan standardisasi seluruh laporan keuangan. Dengan demikian, data yang sampaikan wajib pajak valid karena lewat satu pintu.

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan adanya kewajiban pelaporan keuangan bagi perusahaan perseorangan dengan kriteria tertentu akan memperbaiki iklim administrasi standar akuntansi. Namun, sebagian kelompok wajib pajak belum mampu melakukan pembukuan dan laporan keuangan.

“Oleh karena itu, adanya kriteria tertentu semisal di bawah omzet tertentu seperti halnya threshold pada skema PPh final perlu untuk dipertimbangkan lebih lanjut,” kata Bawono. (Kontan)

  • Cukai Rokok

Kementerian Keuangan hingga saat ini belum menerbitkan aturan mengenai kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2021. Tanpa memastikan ada atau tidaknya kenaikan tarif untuk sigaret kretek tangan (SKT), Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan segmen SKT butuh pendampingan dari pemerintah.

“Sektor ini [SKT] sangat kami perhatikan. Kepastiannya nanti segera [diumumkan]. Pemerintah juga menyadari bahwa kepastian atas kebijakan cukai hasil tembakau 2021 sangat diperlukan untuk menentukan strategi pabrik rokok,” katanya.  (Bisnis Indonesia)

  • Tarif Pungutan Ekspor CPO

Pemerintah berharap pelaku usaha dapat langsung mengikuti perubahan kebijakan seiring dengan mulai diberlakukannya skema tarif pungutan layanan ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada 10 Desember 2020.

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Eddy Abdurachman mengatakan beleid yang berlaku efektif pekan ini akan memperkenalkan lapisan penentuan tarif berdasarkan ambang batas harga jual CPO.

"Aturan ini merupakan masalah teknis dan cut off pemberlakuannya kalau berdasarkan PMK itu 7 hari setelah diundangkan. Jadi PMK ini diundangkan pada 3 Desember 2020 maka berlaku efektif pada 10 Desember 2020," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

  • Surat Teguran

Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 189/2020, jika wajib pajak tidak melunasi utang pajak, surat teguran diterbitkan setelah lewat waktu 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran utang pajak. Lantas, bagaimana ketentuan surat teguran?

Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (2), surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah mendapat persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran utang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun surat teguran kepada penanggung pajak dilakukan secara langsung; melalui pos dengan bukti pengiriman surat; melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau melalui saluran lain yang ditetapkan oleh dirjen pajak. (DDTCNews)