JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) sudah mulai melakukan penelitian komprehensif setelah berakhirnya batas waktu pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak penghasilan (PPh). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (25/5/2022).
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan dalam setiap kesempatan, otoritas melakukan penelitian yang bersifat komprehensif dengan memanfaatkan data dan informasi. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk dari pengawasan kepatuhan wajib pajak.
“Di tahun 2022 ini, semenjak SPT disampaikan, mesin kami pasti sudah bekerja dan sesuai dengan SE 05 [SE-05/PJ/2022] yang kami susun, proses penelitian secara komprehensif sudah mulai dilakukan,” ujar Suryo.
Sesuai dengan SE-05/PJ/2022, penelitian komprehensif untuk tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan merupakan langkah yang dapat ditempuh sebagai bagian dari penelitian kepatuhan materiel atas wajib pajak strategis di KPP.
Adapun penelitian komprehensif adalah penelitian atas seluruh jenis pajak dengan cakupan penelitian antara lain melalui analisis proses bisnis, analisis laporan keuangan, dan/atau analisis transfer pricing, dengan melibatkan supervisor fungsional pemeriksa untuk tahun pajak sebelum tahun pajak berjalan.
Selain mengenai penelitian komprehensif, ada pula bahasan terkait dengan pedoman ketentuan pelaksanaan persidangan dan layanan administrasi di Pengadilan Pajak saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) serta pemanfaatan relaksasi pelunasan cukai.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pengawasan Berkelanjutan
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan penelitian komprehensif merupakan bagian dari proses bisnis pengawasan yang berkelanjutan. Langkah ini diharapkan mampu menjaga dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
“Ini merupakan proses bisnis pengawasan yang berkelanjutan dengan memanfaatkan data sebagai data pemicu dan juga data penguji yang kami miliki,” ujar Suryo.
Dari sisi kepatuhan formal, DJP mencatat total SPT Tahunan yang disampaikan sampai dengan 30 April 2022 sebanyak 12,76 juta. Dengan total wajib pajak yang wajib menyampaikan SPT Tahunan sebanyak 19 juta, rasio kepatuhan formal per 30 April 2022 baru mencapai 67,18%. (DDTCNews)
Persidangan di Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak menetapkan kembali pedoman ketentuan pelaksanaan persidangan dan layanan administrasi saat PPKM. Pedoman yang dimaksud tercantum dalam Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-3/PP/2022 yang menggantikan SE-018/PP/2021.
Sidang pemeriksaan serta sidang pengucapan di Pengadilan Pajak ditetapkan bisa diselenggarakan secara tatap muka ataupun elektronik. Baca juga ‘Simak! Pengadilan Pajak Perbarui Pedoman Sidang & Layanan Administrasi’.
Bila PPKM ditetapkan pada level 1 atau level 2, sidang dapat dilaksanakan mulai pukul 08.00 baik secara tatap muka maupun secara elektronik. Sementara itu, pedoman pelaksanaan persidangan bila PPKM ditetapkan pada level 3 atau level 4 masih akan diatur lebih lanjut oleh Pengadilan Pajak. (DDTCNews)
Relaksasi Pelunasan Cukai
Ditjen Bea Cukai (DJBC) mencatat 39 perusahaan telah memanfaatkan relaksasi pelunasan cukai selama 90 hari, dari normalnya 2 bulan. Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan pemberian relaksasi tersebut telah diatur dalam PMK 74/2022. Menurutnya, nilai pita cukai yang diberikan relaksasi pelunasan sudah mencapai Rp500 miliar.
"Ini tujuannya adalah untuk memberikan insentif kepada pengusaha pita cukai yang mendapatkan keringanan pelunasan 1 bulan lebih dibandingkan dengan kondisi normal," katanya. (DDTCNews)
Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
DPR resmi menyetujui RUU perubahan kedua UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (RUU PPP) pada Selasa (24/5/2022). UU PPP direvisi setelah UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Secara garis besar RUU PPP mengandung 19 poin perubahan. Salah satunya terkait dengan penambahan Pasal 42A yang mengatur tentang perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus.
Kemudian, perubahan Pasal 64 yang mengatur tentang rancangan peraturan perundang-undangan menggunakan metode omnibus. Ada pula perubahan Pasal 72 yang mengatur tentang perbaikan teknis penulisan RUU setelah RUU disetujui tapi belum disampaikan kepada presiden. (DDTCNews/Kontan)
Pemberian Insentif Perpajakan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti pemberian insentif perpajakan program pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Merujuk pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2021, mekanisme verifikasi dan sistem informasi yang digunakan untuk mengelola permohonan dan laporan realisasi insentif masih belum dapat menjamin kelayakan penerimanya. Hal ini membuat tujuan pemberian insentif pajak tak tercapai.
"Tujuan pemberian insentif perpajakan dalam program PC-PEN belum tercapai dan nilai realisasi insentif/fasilitas perpajakan PC-PEN tidak menggambarkan nilai yang sebenarnya," tulis BPK pada IHPS II/2021. (DDTCNews)
Sanksi Terlambat Buat Faktur Pajak
Faktur pajak yang belum diunggah (di-upload) hingga tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan akan ditolak (reject). Alternatifnya, wajib pajak dapat merekam kembali faktur pajak baru atas penyerahan yang terlambat upload.
Namun, pengusaha kena pajak (PKP) yang tidak/terlambat membuat faktur pajak juga akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak (DPP). “Sanksi ini akan ditagih dengan STP (Surat Tagihan Pajak),” tulis Kring Pajak. (DDTCNews)
Kinerja Pajak Sektor Usaha Utama
Pemerintah mencatat setoran pajak pada seluruh sektor usaha utama terus membaik dan berada pada zona positif hingga April 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai kenaikan harga komoditas bukan menjadi faktor tunggal kenaikan penerimaan pajak. Kinerja sektor-sektor yang tergantung pada kegiatan ekonomi masyarakat juga sudah berangsur pulih.
"Untuk kontribusi sektornya, terlihat pemulihannya sudah merata," kata Sri Mulyani. (DDTCNews/Kontan)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 25 Mei 2022