Tambah Barang Kena Cukai Baru? DJBC Sebut Prosesnya Lebih Sederhana
BERITA PERPAJAKAN HARI INI

JAKARTA, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pascaterbitnya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penambahan barang kena cukai (BKC) baru makin mudah. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (6/7/2022).

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Iyan Rubiyanto mengatakan UU HPP telah menyederhanakan proses penambahan atau pengurangan BKC dengan mengubah bunyi Pasal 4 ayat (2) UU Cukai beserta penjelasannya. Pembahasan di DPR bisa lebih cepat.

“Sekarang sebetulnya sudah tidak ada lagi hambatan secara ketentuan atau peraturan. Tinggal kita bagaimana menyesuaikan pas atau tidak waktunya untuk melakukan penerapan [penambahan BKC baru] itu,” ujarnya.

Iyan mengatakan permasalahan yang terjadi selama ini berkaitan dengan pengulangan proses penambahan atau pengurangan BKC dari DPR. Persetujuan DPR harus dilakukan sebanyak 2 kali, yakni pada proses penyusunan peraturan pemerintah (PP) dan proses masuknya target BKC baru dalam RUU APBN.

Dengan adanya UU HPP, penambahan atau pengurangan jenis BKC diatur dengan PP setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN. Adapun DPR yang dimaksud adalah komisi yang tugas dan kewenangannya di bidang keuangan, perbankan, dan perencanaan pembangunan.

Selain mengenai kebijakan cukai, ada pula bahasan terkait dengan penegasan dari DJP mengenai tidak dapat dijadikannya PPh final dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sebagai biaya dan pengurang penghasilan bruto.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Target Penerimaan Cukai Produk Plastik dan MBDK

Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Iyan Rubiyanto mengatakan pemerintah sejak beberapa tahun lalu telah membicarakan dengan DPR tentang rencana penambahan BKC berupa produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK).

Meski target penerimaannya juga sudah masuk dalam APBN, rencana itu belum terlaksana karena pemerintah mempertimbangkan kesiapan masyarakat dan kondisi perekonomian nasional. Tahun ini, sesuai dengan Perpres 98/2022, pemerintah juga masih menargetkan penerimaan cukai produk plastik dan MBDK.

Seperti diketahui, melalui Perpres 98/2022, pemerintah telah resmi mengubah postur APBN 2022. Adapun target penerimaan cukai naik 7,9% dari Rp203,92 triliun menjadi Rp220 triliun. Angka itu terdiri atas cukai hasil tembakau Rp209,9 triliun, etil alkohol Rp130 miliar, minuman mengandung etil alkohol Rp6,86 triliun, produk plastik Rp1,9 triliun, dan MBDK Rp1,19 triliun. (DDTCNews)

Kajian Cukai Detergen, BBM, dan Ban Karet

Pemerintah sedang melakukan kajian terhadap pengenaan cukai atas detergen, bahan bakar minyak (BBM), dan ban karet. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan kajian dilakukan dalam konteks pengendalian konsumsi.

"Yang sedang kita kaji adalah beberapa dalam konteks ke depan pengendalian konsumsi seperti ban karet, BBM, dan detergen," ujar Febrio. (DDTCNews/Kontan)

PPh Final dalam PPS

Ditjen Pajak (DJP) menyebut PPh final yang dibayar oleh wajib pajak terkait saat mengungkap harta dalam PPS tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto. DJP menyatakan PPh bukanlah jenis pajak yang dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto sesuai dengan dalam UU PPh.

"Sesuai Pasal 6 UU PPh salah satu biaya yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto adalah pajak, kecuali pajak penghasilan, sehingga PPh yang dibayarkan dalam PPS tersebut tak dapat dikurangkan,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, melalui Twitter. (DDTCNews)

Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemerintah mencatat realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN) hingga 24 Juni 2022 mencapai Rp118,2 triliun. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan realisasi tersebut setara 25,9% dari alokasi Rp455,62 triliun.

Airlangga mengatakan realisasi klaster penguatan pemulihan ekonomi tercatat senilai Rp30,1 triliun atau 16,9% dari alokasi Rp178,32 triliun. Dana tersebut utamanya untuk program padat karya, pariwisata, pangan, subsidi bunga dan IJP UMKM, serta insentif perpajakan. (DDTCNews)

Penerimaan Perpajakan

Penerimaan perpajakan pada semester II/2022 diestimasi hanya senilai Rp889 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan realisasi penerimaan perpajakan pada paruh awal 2022 senilai Rp1.035,9 triliun.

Merujuk pada Laporan Semester I APBN 2022, pemerintah mencatat akan ada normalisasi penerimaan pajak akibat tingginya basis dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal itu sebagai dampak kenaikan harga komoditas dan berkurangnya pemberian insentif. (DDTCNews/Kontan)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 6 Juli 2022