JAKARTA, Ditjen Pajak (DJP) melakukan pembaruan aplikasi sebagai bagian dari implementasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% mulai hari ini, Jumat (1/4/2022). Langkah DJP tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini.
DJP mengatakan dengan adanya pemutakhiran aplikasi dan pemeliharaan infrastruktur teknologi informasi komunikasi (TIK), aplikasi e-faktur dekstop, e-faktur host to host, e-faktur web, VAT Refund, dan e-nofa online tidak dapat diakses sementara waktu hingga siang hari ini.
“Tidak dapat diakses untuk sementara pada hari Jumat tanggal 1 April 2022 mulai pukul 00.00 sampai dengan 12.00 WIB,” tulis DJP dalam laman resminya.
Dalam laman resminya, DJP juga meminta masyarakat pengguna layanan DJP agar dapat mengantisipasi pada rentang waktu yang ditentukan. Otoritas juga meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Selain mengenai kenaikan tarif PPN, ada pula bahasan terkait dengan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan wajib pajak orang pribadi. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan implementasi nasional e-bupot unifikasi mulai masa pajak April 2022.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Reformasi Perpajakan dan Konsolidasi Fiskal
Sesuai dengan keterangan resmi yang disampaikan Kementerian Keuangan, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% merupakan amanat Pasal 7 UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan,” tulis Kementerian Keuangan. (DDTCNews)
Barang dan Jasa yang Dapat Fasilitas Bebas PPN
Otoritas fiskal juga menjabarkan ada sejumlah barang dan jasa tertentu yang tetap diberikan fasilitas bebas PPN, antara lain:
Barang dan Jasa yang Dapat Fasilitas Bebas PPN
Kementerian Keuangan juga menjabarkan adanya barang tertentu dan jasa tertentu yang tetap tidak dikenakan PPN, antara lain:
Pajak Penghasilan dan PPN Final
Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, Kementerian Keuangan mengatakan penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan beberapa kebijakan lain, yakni:
Di samping dukungan perpajakan, melalui APBN, pemerintah juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional.
Pemerintah akan terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia usaha terutama kelompok kecil dan menengah, dengan tetap memperhatikan kesehatan keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan. (DDTCNews)
14 Peraturan Menteri Keuangan
Kementerian Keuangan menyatakan pengaturan lebih lanjut mengenai UU HPP klaster PPN akan tertuang dalam beberapa peraturan menteri keuangan (PMK), sebagai berikut:
Pelaporan SPT Tahunan
DJP mencatat hingga 30 Maret 2022, sudah ada 10,6 juta laporan SPT Tahunan yang masuk. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah SPT Tahunan yang diterima oleh DJP saat ini meningkat 0,7%.
"More or less sekitar 54% dari target setahun sampai akhir 2022," ujar Neilmaldrin. Simak ‘Sudah 10,6 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT Tahunan Hingga 30 Maret 2022’. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Penggunaan e-Bupot Unifikasi
DJP kembali mengingatkan wajib pajak mengenai kewajiban penggunaan e-bupot unifikasi mulai masa pajak April 2022.
Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) PER-24/PJ/2021, pemotong/pemungut pajak penghasilan (PPh) yang sudah membuat bukti pot/put unifikasi dan menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi berdasarkan PER-23/PJ/2020 harus mengikuti ketentuan PER-24/PJ/2021 mulai masa pajak Januari 2022.
“Bagi … yang belum pernah menggunakan SPT Masa PPh unifikasi dapat menggunakan e-bupot unifikasi mulai masa Januari 2022. Sedangkan, bagi seluruh pemotong/pemungut PPh tanpa terkecuali, harus menggunakan e-bupot unifikasi mulai masa April 2022,” cuit Kring Pajak di Twitter. (DDTCNews)
SBSN Khusus PPS
Pemerintah mencatat nilai transaksi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) khusus dalam rangka penempatan dana atas program pengungkapan sukarela (PPS) mencapai Rp25,66 miliar.
Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) menyatakan transaksi penerbitan SBSN itu dilakukan pada 25 Maret 2022. Dalam transaksi tersebut, DJPPR telah menawarkan satu seri SBSN berdenominasi rupiah.
"Keuangan telah melakukan transaksi penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan cara private placement dalam rangka PPS dengan jumlah Rp25,66 miliar," sebut DJPPR dalam keterangan resmi. Simak ‘Terbitkan SBSN untuk PPS, Pemerintah Kantongi Rp25,66 Miliar’. (DDTCNews/Kontan)
*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 1 April 2022