Temukan Data Wajib Pajak Terkait PPS? KPP Wajib Sampaikan ke Sini Dulu
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Kantor pelayanan pajak (KPP) wajib menyampaikan data temuan terkait dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) kepada Direktorat Data dan Informasi Perpajakan (DIP). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (27/6/2022).

Sesuai dengan Surat Edaran No. SE-17/PJ/2022, ada tersebut wajib disampaikan kepada Direktorat DIP karena belum terdapat dalam sistem informasi Ditjen Pajak (DJP). Penyampaian dilakukan kepala KPP kepada direktur DIP. Ada 2 data yang dimaksud.

Pertama, data kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan dalam Surat Keterangan. Kedua, data wajib pajak mengungkapkan harta bersih yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak memenuhi ketentuan, dan tidak memenuhi persyaratan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor mengatakan Direktorat DIP berperan sebagai wali data di DJP. Dengan demikian, data temuan KPP harus diterima dan diolah oleh direktorat tersebut. KPP hanya menindaklanjuti data yang dikirimkan oleh Direktorat DIP.

"KPP juga hanya diberikan kewajiban untuk menindaklanjuti data yang merupakan hasil dropping dari Direktorat DIP," ujar Neilmaldrin.

Direktur DJP melakukan penelitian atas data yang disampaikan oleh kepala KPP tersebut sesuai dengan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Tata Kelola Data di Lingkungan DJP.

Selain mengenai PPS, ada pula bahasan terkait dengan persetujuan pinjaman US$750 juta atau sekitar Rp11 triliun dari World Bank untuk kepentingan sistem pajak Indonesia. Ada pula bahasan tentang ditundanya kembali implementasi pajak karbon.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pembatalan Surat Keterangan PPS atas Temuan Data

Dalam hal berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Direktorat DIP ditemukan data hasil temuan KPP benar, direktur DIP menyampaikan data tersebut ke unit vertikal bersangkutan melalui sistem informasi DJP. Kemudian, data itu dapat ditindaklanjuti.

Jika ditemukan data kesalahan penulisan dan/atau kesalahan penghitungan yang tidak mengakibatkan kelebihan atau kekurangan pembayaran PPh final maka ditindaklanjuti dengan pembetulan Surat Keterangan. Jika mengakibatkan kelebihan atau kekurangan pembayaran PPh final, ditindaklanjuti dengan prosedur pembetulan Surat Keterangan sesuai data yang ditemukan.

Sementara jika ditemukan data wajib pajak mengungkapkan harta bersih yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, tidak memenuhi ketentuan, dan tidak memenuhi persyaratan maka ditindaklanjuti dengan prosedur pembatalan Surat Keterangan. (DDTCNews)

Pinjaman dari World Bank untuk Sistem Pajak Indonesia

Dewan Direktur Eksekutif World Bank telah menyetujui pinjaman kepada Indonesia senilai US$750 juta pada 17 Juni 2022. Pinjaman itu akan digunakan untuk meningkatkan penerimaan pajak, memperkuat sistem perpajakan menjadi lebih merata, serta memperkuat kelembagaan dalam melakukan perencanaan dan belanja pembangunan yang lebih efisien.

“Pandemi telah mempersempit ruang fiskal untuk belanja pembangunan Indonesia karena pendapatan negara yang rendah,” kata Satu Kahkonen, Direktur World Bank untuk Indonesia dan Timor-Leste. Simak ‘Untuk Sistem Pajak Indonesia, World Bank Setujui Pinjaman Rp11 Triliun’. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Implementasi Pajak Karbon Ditunda Lagi

Pajak karbon telah menjadi amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pajak karbon semestinya mulai diberlakukan pada April 2022, tetapi pemerintah memundurkan waktu menjadi Juli 2022. Sekarang, pemerintah memutuskan untuk menunda lagi, tidak berlaku mulai Juli 2022.

“Pemerintah memutuskan untuk menunda pemberlakuan pajak karbon yang awalnya direncanakan pada Juli 2022 ini,” tulis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan dalam keterangan resminya. Simak ‘Penerapan Pajak Karbon Ditunda Lagi, Ini Keterangan Resmi BKF Kemenkeu’. (DDTCNews/Kontan)

Pemberian Insentif Perpajakan

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan ada tren penurunan pemanfaatan insentif perpajakan terkait dengan penanganan Covid-19 dan dampaknya. Menurut dia, kajian diperlukan untuk menentukan keberlanjutan pemberian insentif.

“Kami terus melakukan pengkajian apakah akan dilanjutkan atau akan kita diselesaikan di batas waktu PMK 3/2022 dan juga PMK 226/2021," katanya. (DDTCNews)

Insentif Pajak Mobil dan Rumah

Realisasi insentif PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) atas mobil baru dan PPN DTP atas rumah ternyata tak setinggi target yang dipatok. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan realisasi PPnBM DTP atas pembelian mobil baru hanya senilai Rp379 miliar atau 22,8% dari pagu insentif tersebut.

"Ini yang diklaim adalah untuk [mobil] low MPV. Jadi, sepertinya konsumen lebih tertarik membeli yang bukan low MPV, yang diklaim mungkin belum sebanyak yang kita ekspektasikan," ujarnya.

Selanjutnya, realisasi PPN DTP atas rumah tercatat baru senilai Rp101 miliar atau 5,9% dari pagu insentif yang telah ditetapkan. Suryo mengatakan nilai itu bersumber dari klaim para pengusaha kena pajak (PKP) penjual rumah. Ke depan, DJP akan terus melakukan validasi atas klaim para PKP. (DDTCNews)

Realisasi Belanja Program PEN

Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja program pemulihan ekonomi nasional (PEN) hingga 17 Juni 2022 mencapai Rp113,5 triliun. Realisasi tersebut setara dengan 25% dari alokasi Rp455,62 triliun.

“[Belanja] PC-PEN masih sangat lambat. [Dari alokasi] Rp455,62 triliun, yang terealisasi ternyata baru sejumlah Rp113,5 triliun," katanya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews)

Sosialisasi PPS ke Wajib Pajak

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan periode berlangsungnya PSS tinggal beberapa hari karena berakhir pada 30 Juni 2022. Untuk itu, DJP terus berupaya untuk terus memberikan pemahaman terkait dengan program tersebut kepada wajib pajak.

Suryo menuturkan DJP terus menggaungkan PPS di tempat-tempat publik. Unit vertikal DJP membuka booth PPS di sejumlah area keramaian, seperti car free day (CFD) dan pusat perbelanjaan. Dirjen pajak berharap strategi yang dilakukan dapat efektif mendorong wajib pajak mengikuti PPS. (DDTCNews)

Penerimaan Bea dan Cukai

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Mei 2022 sudah mencapai Rp140,3 triliun atau tumbuh 41% dari periode yang sama tahun lalu. Realisasi itu setara dengan 57% dari target Rp245 triliun.

"[Realisasi penerimaan] ini sudah sangat kuat dan kemungkinan akan melebihi target," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews)

Penerimaan Pajak

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak dari seluruh sektor usaha utama terus membaik dan berada pada zona positif hingga Mei 2022. Simak ‘Setoran Pajak Seluruh Sektor Utama Tumbuh Dua Digit, Ini Perinciannya’.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan secara umum, kinerja penerimaan pajak didorong kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, dan dampak kebijakan perpajakan. Selain itu, ada pula faktor seperti penurunan restitusi pajak dan kenaikan angsuran PPh Pasal 25. (DDTCNews/Kontan)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 27 Juni 2022