Tidak Lagi Pakai PPh Final UMKM, PT Bisa Manfaatkan Diskon Tarif 50%
BERITA PAJAK HARI INI

JAKARTA, Wajib pajak badan UMKM berbentuk perseroan terbatas (PT) yang sudah tidak lagi menggunakan rezim pajak penghasilan (PPh) final PP 23/2018 dapat memanfaatkan fasilitas pengurangan tarif 50%. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (10/2/2022).

Contact center Ditjen Pajak (DJP) menyatakan jika pada 2021 PT tersebut sudah harus menggunakan tarif umum, angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan masih nihil selama tahun lalu. Hal ini dikarenakan PT tersebut dianggap sebagai wajib pajak baru.

“Nantinya saat perhitungan pajak di SPT Tahunan [yang dilaporkan tahun ini], wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50 miliar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50%,” tulis akun Twitter @kring_pajak.

Pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif PPh yang dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh. Tarif tersebut dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian omzet sampai dengan Rp4,8 miliar. Ketentuan ini dimuat dalam Pasal 31E UU PPh. Simak ‘UMKM Perlu Tahu dan Ingat Ketentuan Pajak Ini’.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP 23/2018, penggunaan skema PPh final dibatasi selama 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan PT. Adapun PT yang menggunakan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya sudah harus menggunakan rezim pajak normal mulai tahun pajak 2021.

Selain mengenai pajak UMKM berbentuk PT yang sudah tidak menggunakan rezim PPh final PP 23/2018, ada pula bahasan tentang program pengungkapan sukarela (PPS). Kemudian, masih ada bahasan terkait dengan pelaporan SPT Tahunan.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Mulai Bayar Angsuran PPh Pasal 25

Berdasarkan pada penjelasan Kring Pajak melalui Twitter, setelah menyampaikan SPT Tahunan 2021, wajib pajak UMKM berbentuk PT tersebut memiliki kewajiban untuk mulai mengangsur PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan umum.

Untuk menghitung angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2022 tersebut, wajib pajak bersangkutan harus menghitung jumlah PPh terutang tahun pajak 2021 serta kredit pajak sepanjang tahun pajak 2021 terlebih dahulu.

Contoh, bila wajib pajak memiliki PPh terutang tahun 2021 senilai Rp50 juta dan kredit pajak senilai Rp20 juta maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2022 adalah sebesar Rp30 juta. Setiap bulan, angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2022 yang harus dibayar senilai Rp2,5 juta. (DDTCNews)

PPS Diharapkan Dukung Konsolidasi Fiskal

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah mengadakan PPS berdasarkan pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dari program tersebut, pemerintah mengharapkan ada penerimaan negara yang terkumpul dan perbaikan basis pajak pada masa depan.

"Kami akan terus mengomunikasikan dengan para wajib pajak dan kami pertimbangkan ada pendapatan dari kebijakan ini. Kami berharap UU HPP akan menjangkau lebih luas dan mendukung konsolidasi fiskal," katanya. Simak pula ‘Sri Mulyani Jamin Konsolidasi Fiskal Tak Korbankan Pemulihan Ekonomi’ (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

Aplikasi Pelaporan Pemanfaatan Insentif PPh Pasal 25

Aplikasi pelaporan realisasi pemanfaatan insentif PPh Pasal 25 sesuai dengan PMK 3/2022 belum tersedia di DJP Online. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak itu wajib disampaikan. Nantinya, aplikasi pelaporan akan tersedia pada fitur e-reporting insentif Covid-19.

“Apabila sudah tersedia, untuk melaporkannya wajib pajak dapat mengunjungi situs www.pajak.go.id dan login dengan akun DJP Online masing-masing,” ujar Neilmaldrin. (DDTCNews)

Pengecekan dan Penelitian atas Penyampaian SPT Lewat e-Filing

Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 Peraturan Dirjen Pajak No. PER-02/PJ/2019, atas penyampaian SPT melalui e-filing dilakukan pengecekan validitas Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Status valid muncul jika NPWP yang tertera pada SPT telah sesuai dan tersedia dalam sistem informasi DJP.

“Proses pengecekan validitas NPWP … dilakukan secara otomatis melalui sistem pada saluran penyampaian SPT melalui e-filing,” bunyi penggalan Pasal 13 ayat (2) PER-02/PJ/2019.

Selain pengecekan validitas NPWP, ada pula penelitian SPT, termasuk SPT pembetulan. Adapun penelitian SPT dapat dilakukan secara otomatis melalui sistem informasi DJP dan oleh kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar. Simak ‘Lapor SPT Lewat e-Filing DJP Online, Ada Pengecekan dan Penelitian Ini’. (DDTCNews)

Penagihan PPN DTP

Kepala KPP dapat melakukan penagihan PPN ditanggung pemerintah (DTP) yang terlanjur diberikan kepada wajib pajak atas penyerahan rumah atau unit rumah susun. Ketentuan penagihan tersebut menjadi salah satu pengaturan dalam PMK 6/2022.

“Kepala kantor pelayanan pajak atas nama direktur jenderal pajak dapat menagih PPN yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, jika diperoleh data dan/atau informasi,” bunyi penggalan Pasal 10 PMK 6/2022.

Penagihan dilakukan jika diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan beberapa kondisi. Simak selengkapnya pada artikel ‘Awas, PPN DTP Bisa Ditagih Bila Ada Data yang Memuat 8 Kondisi Ini’. (DDTCNews)

SPT Masa Bea Meterai

Ada 2 syarat yang perlu dimiliki wajib pajak agar dapat melaporkan SPT Masa bea meterai. Pertama, wajib pajak terdaftar dan mempunyai akun di DJP Online. Kedua, wajib pajak harus memiliki sertifikat elektronik tentang penunjukan pemungut bea meterai dari KPP terdaftar.

“Nanti akan mendapatkan file dengan format P12 ini nanti diperlukan untuk menandatangani SPT-nya secara elektronik sebelum bisa melaporkan,” kata Pranata Komputer Ahli Pertama Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Nasyarobby Nugraha Putra. (DDTCNews)

*Tulisan ini merupakan artikel milik DDTCNews yang dimuat dalam https://news.ddtc.co.id/ dan rilis tanggal 10 Februari 2022