Tingkatkan Fungsi Riset, Ditjen Risbangdikti Sambut Tawaran Kerjasama

JAKARTA – 26 September 2018. Bertempat di Gedung II BPPT Lt 19, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti (Risbangdikti), menerima kunjungan Tim Pengembangan Riset Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kunjungan ini dimaksudkan sebagai diskusi awal dalam rangka menyamakan pemahaman dan menggali gagasan-gagasan yang akan menjadi ruang lingkup kerjasama. Acara langsung dipimpin oleh Sekretaris Direktur Jenderal Risbangdikti, Prakoso yang didampingi oleh Kabag HKLI, Syarif Hidayat.

Dalam sambutannya, Prakoso menyampaikan apresiasi atas tawaran kerjasama dari DJP dan siap mendukung. Dalam sambutannya, beliau juga menyampaikan sekilas tentang riset yang dikelola oleh Risbangdikti, anggaran riset, pembiayaan riset, dan lain-lain. Saat ini, Risbangdikti mengelola riset berbasis out-put, sehingga riset benar-benar dapat dirasakan langsung manfaatnya.

Untuk memberikan gambaran besar tujuan kerjasama, Kepala Seksi Dukungan Penyuluhan Ary Festanto, menyampaikan sekilas tentang maksud, tujuan, ruang lingkup dan capaian program inklusi kesadaran pajak. Pada kesempatan itu disampaikan juga peranan riset dalam menumbuhkan kesadaran pajak bagi peneliti dan masyarakat luas. Bagi peneliti, pendalaman materi riset perpajakan dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan sehingga akan mampu menumbuhkan kesadaran pajak bagiperisetnya. Sementara itu, riset perpajakan yang dihasilkan akan menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya dan akan memperkaya literasi perpajakan bagi masyarakat luas.

“Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan diharapkan dapat mendorong banyak riset-riset tentang perpajakan sehingga literasi tentang pajak akan meningkat. Dengan riset tentang pajak, periset pun dapat memahami pajak. Hal ini dapat terwujud jika riset dan pengembangan perpajakan mendapatkan pengarusutamaan melalui penambahan kuota dan tema-tema riset untuk penelitian terkait pajak”, papar Ary.

Menurut data Ditjen Risbangdikti, selama tahun 2014 sampai dengan 2018 terdapat 200 riset perpajakan yang didanai dari Ditjen Risbang. Dari jumlah tersebut, 180 riset sudah selesai, dan ini adalah riset dosen. Tahun 2018 terdapat 80 riset yang mengambil tema pajak. Prakoso mengharapkan agar hasil riset perpajakan yang sudah ada dapat ditindaklanjuti dan diimplementasikan, sehingga diperlukan dorongan agar hasil riset dapat segera ditindaklanjuti oleh pengguna. “Diharapkan ada surat implementasi dimana perlu dorongan dari pengguna atau penyelenggara riset agar diterapkan hasil riset tersebut. Hal ini dikarenakan dalam birokrasi, masuknya sulit. Diharapkan ada akses sehingga hasil riset dapat diterapkan”.

Agar hasil riset dapat diimplementasikan, maka tema riset harus sesuai dengan kebutuhan DJP. Dengan kerjasama, riset dapat diidentifikasi topiknya sehingga hasilnya bisa menjadi bahan rekomendasi perumusan dan evaluasi kebijakan. “Bisa dikenalkan topiknya dengan kebutuhan DJP agar dapat diterapkan hasil penelitian dimaksud.” jelas Wangsit dari Direktorat Potensi Kepatuhan dan Penerimaan (PKP).

Prakoso menambahkan bahwa Ditjen Risbangdikti dapat membantu penguatan isu perpajakan melalui riset yang diagendakan oleh Ditjen Risbangdikti. “Riset bisa dilakukan berdasarkan kompetisi dari proposal yang diunggah dosen yang memiliki keilmuan atau riset melalui penugasan. Riset mengenai pajak bisa juga ditugaskan ke Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Diponegoro yang memang memiliki keunggulan di bidang sosal humaniora.”, demikian jelas Prakoso.

Beberapa masukan dari hasil diskusi tersebut antara lain pihak Ditjen Risbangdikti meminta agar hasil riset perpajakan yang dihasilkan dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan sehingga riset ada manfaatnya. Selain itu, harga barang yang dijual sebaiknya sudah nett dengan pajak, sehingga pengeluaran yang dibayar masyarakat sesuai dengan harga yang tertera tanpa ada tambahan PPN. Untuk research and development (RnD) diharapkan meningkat di Indonesia, sehingga ada transfer of technology dan knowledge, tidak hanya penggunaan labour saja. Ada penelitian di Indonesia namun tidak ada izinnya. DJP dan Risbangdikti dapat bersama-sama melakukan assessment untuk penelitian sesuai kompetensi. Dalam Perjanjian Kerja Sama nanti, hal ini bisa dikuatkan.

Zaldi Haris, selaku pengelola Tugas Belajar di DJP, menyampaikan perlunya riset terhadap perilaku atau persepsi masyarakat terkait pajak. “Pandangan masyarakat Indonesia, Jepang dan Singapura tentang pajak itu berbeda-beda. Ini bisa menjadi penelitian.” Jelas Zaldi. Selain itu, Zaldi juga memberi masukan tentang kerjasama riset di Indonesia yang menggunakan tenaga asing harus mulai mempertimbangkan keterlibatan SDM peneliti Indonesia, termasuk dalam hal publikasi dan data-data risetnya.

Sebagai penutup acara, Prakoso menyampaikan bahwa persepsi masyarakat tentang pajak sangatlah penting, karena resources (alam) kita yang semakin sedikit. Saat ini masyarakat berpikir bahwa pajak tidak memberi manfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada kerjasama penelitian. Sehingga jika persepsi masyarakat tentang pajak berubah, maka tugas DJP tinggal mengajarkan bagaimana cara menghitung dan membayar.

*Tulisan ini pernah dimuat di http://edukasi.pajak.go.id/ dan rilis tanggal 3 Oktober 2018