JAKARTA, Sekitar 11 hari lagi, persisnya mulai 2022, ketentuan batasan peredaran bruto tidak kena pajak senilai Rp500 juta untuk wajib pajak orang pribadi UMKM akan diberlakukan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (21/12/2021).
Ketentuan itu masuk dalam perubahan UU Pajak Penghasilan (PPh) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto tertentu – yang diatur dalam PP 23/2018 – tidak dikenai PPh atas bagian omzet sampai dengan Rp500 juta dalam 1 tahun pajak.
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 [perubahan atas UU PPh] mulai berlaku pada tahun pajak 2022," bunyi Pasal 17 ayat (1) UU HPP.
Seluruh wajib pajak orang pribadi yang memanfaatkan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya masih dapat memanfaatkan ketentuan batasan peredaran bruto tidak kena pajak. Hal ini dikarenakan sesuai dengan PP 23/2018, penggunaan PPh final untuk wajib pajak orang pribadi adalah 7 tahun.
Adapun besarnya batasan peredaran bruto tidak dikenai PPh bisa disesuaikan dengan peraturan menteri keuangan (PMK) setelah dikonsultasikan dengan DPR. Penyesuaian mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta harga kebutuhan pokok setiap tahunnya.
Selain mengenai pemberlakuan batasan omzet tidak kena pajak untuk wajib pajak orang pribadi UMKM, ada pula bahasan terkait dengan kinerja penerimaan pajak pada tahun ini dan target pada 2022.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pelaporan Omzet Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan otoritas juga sedang menyusun mekanisme pelaporan untuk wajib pajak UMKM. Meskipun omzet belum melampaui Rp500 juta dan belum membayar pajak, UMKM harus melaporkan omzetnya kepada DJP.
“Apabila selama ini wajib pajak UMKM cukup melakukan pembayaran tanpa perlu melapor, nanti di mekanisme baru sejak awal bulan akan ada mekanisme wajib melaporkan omzet," katanya. (DDTCNews)
Wajib Pajak Badan UMKM
Mulai 2022, seluruh wajib pajak badan yang memanfaatkan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya sudah harus menggunakan ketentuan umum atau normal.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP 23/2018, penggunaan skema PPh final dibatasi selama 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan perseroan terbatas (PT). Batas waktu 4 tahun pajak berlaku untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), atau firma.
Dengan ketentuan dalam PP 23/2018, PT yang sudah menggunakan PPh final UMKM sejak 2018 atau sebelumnya wajib akan dikenai rezim pajak normal mulai tahun pajak 2021. Sementara untuk koperasi, CV, atau firma berlaku mulai tahun depan.
“Jadi betul-betul PP 23/2018 merupakan tempat transisi, tempat mempersiapkan wajib pajak [UMKM] untuk mengikuti ketentuan perpajakan secara normal, khususnya pajak penghasilan,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo mengingatkan beberapa waktu lalu. (DDTCNews)
Penerimaan Pajak
Hingga Senin, (20/12/2021), sebanyak 85 kantor pelayanan pajak (KPP) mencapai 100% dari target penerimaan. Kemudian, realisasi 3 kantor wilayah (Kanwil) juga telah mencapai target.
Partner DDTC Fiscal Research and Advisory (FRA) B. Bawono Kristiaji menilai penerimaan pajak yang telah mencapai target, termasuk Kanwil Wajib Pajak Besar, merupakan sinyal positif untuk kinerja secara nasional.
“Ini juga menjadi sinyal bahwa ekonomi Indonesia sudah mulai pulih,” ujar Bawono. (DDTCNews/Kontan)
Target Pajak 2022
Target penerimaan perpajakan pada tahun depan senilai Rp1.510 triliun. Target penerimaan perpajakan pada 2022 yang diperinci dalam Perpres 104/2021 ini masih belum melampaui realisasi pada masa prapandemi. Pada 2019, realisasi penerimaan perpajakan senilai Rp1.546,14 triliun.
Target PPh ditetapkan hanya senilai Rp680,87 triliun, lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi PPh pada 2019 yang mencapai Rp772,26 triliun. Sementara target PPN/PPnBM justru ditetapkan Rp554,38 triliun, sedikit lebih tinggi dari kinerja pada 2019 senilai Rp531,57 triliun. Simak pula Fokus Berharap Ratusan Triliun Rupiah dari Implementasi UU HPP. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
Uji Coba Sistem Elektronik untuk PPS
DJP sudah melakukan uji coba infrastruktur teknologi informasi yang akan digunakan untuk program pengungkapan sukarela (PPS). Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan walaupun masih menunggu PMK – aturan turunan UU HPP – terbit, pelaksanaan PPS akan dilakukan sepenuhnya secara elektronik.
“Untuk mendukung kelancaran program ini, DJP terus mematangkan kesiapan infrastruktur IT-nya. Uji coba infrastruktur untuk program ini telah dilakukan beberapa kali,” ungkap Suryo dalam wawancara khusus bersama DDTCNews. (DDTCNews)
Tarif PPh Badan Kompetitif
Melalui UU HPP, pemerintah dan DPR bersepakat membatalkan rencana penurunan tarif PPh badan dari 22% menjadi 20% yang sempat tertuang dalam UU 2/2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tarif PPh badan batal turun karena pemerintah perlu segera menyehatkan pendapatan negara dan defisit APBN. Menurutnya, tarif PPh badan sebesar 22% juga masih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Kalau Indonesia corporate income tax-nya di 22%, itu cukup kompetitif," katanya. (DDTCNews)
Hakim Agung TUN Khusus Pajak
Komisi Yudisial (KY) menyatakan kebutuhan hakim agung tata usaha negara (TUN) khusus pajak sudah sangat mendesak. Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengatakan tambahan hakim agung TUN khusus pajak sudah sangat diperlukan dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Kebutuhan hakim agung kamar TUN khusus pajak sangat mendesak. Berdasarkan Laporan Tahun 2020 Mahkamah Agung, lebih dari 86% perkara pada kamar TUN merupakan peninjauan kembali perkara pajak. Simak pula ‘KY Sebut Kebutuhan Hakim Agung TUN Khusus Pajak Mendesak, Ini Sebabnya’. (DDTCNews)